Kelompok ISIS mengklaim telah bertanggung jawab atas serangan bom di di pemakaman non-Muslim di kota Jeddah, Arab Saudi. Namun, ISIS tak melampirkan bukti apa pun untuk mendukung klaimnya itu.
Dilansir Reuters, Jumat (13/11/2020) dalam pernyataan yang dikeluarkan melalui saluran resminya di Telegram, kelompok itu mengatakan bahwa "tentaranya" telah berhasil menyembunyikan bom rakitan di pemakaman pada hari Rabu (11/11) yang kemudian meledak setelah beberapa "konsul negara-negara Perang Salib" berkumpul di sana.
Ledakan bom itu terjadi selama upacara peringatan berakhirnya Perang Dunia Pertama yang melibatkan kedutaan-kedutaan asing. Ini merupakan serangan pertama dengan bahan peledak dalam beberapa tahun untuk mencoba menyerang orang-orang asing di kerajaan Saudi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pernyataannya, ISIS mengatakan bahwa target utama mereka adalah Konsul Jenderal Prancis, yang menghadiri upacara tersebut, sebagai respons atas pernyataan pemerintah Prancis mengenai publikasi kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad.
Bagaimana respons Prancis yang perwakilannya turut hadir dalam acara itu? Klik halaman selanjutnya.
Prancis Minta Warganya di Saudi Berhati-hati
Konsulat Prancis di Jeddah, Arab Saudi, merilis peringatan mendesak untuk seluruh warga negara Prancis yang ada di negara tersebut agar menerapkan kewaspadaan tinggi.
Seperti dilansir Sky News dan Reuters, Kamis (12/11/2020), seremoni yang digelar Rabu (11/11) pagi waktu setempat itu, diselenggarakan oleh Kedutaan Besar Prancis di Saudi dan dihadiri oleh para diplomat negara-negara Eropa.
Sedikitnya empat orang, termasuk satu warga Inggris, mengalami luka-luka akibat ledakan bom tersebut. Korban luka lainnya terdiri dari seorang polisi Yunani yang menemani pejabat konsulat Yunani yang menghadiri seremoni tersebut dan seorang petugas keamanan Saudi.
Usai insiden tersebut, Konsulat Prancis di Jeddah merilis peringatan yang isinya mengimbau seluruh warga negara Prancis di Saudi untuk menerapkan 'kewaspadaan maksimum' dan 'menjauhi perkumpulan' banyak orang.
"Secara khusus, terapkan kehati-hatian, dan jauhi semua pertemuan dan berhati-hatilah saat beraktivitas," demikian bunyi peringatan yang diedarkan untuk warga Prancis di Saudi, seperti dilaporkan Reuters.
Nadia Chaaya, seorang pejabat yang mewakili warga Prancis yang tinggal di Saudi yang juga hadir dalam seremoni itu, menuturkan kepada Associated Press bahwa ada sekitar 20 orang dengan berbagai status kewarganegaraan berbeda yang menghadiri seremoni itu, sehingga sulit untuk menentukan apakah diplomat-diplomat Prancis yang hadir menjadi target serangan.
Dituturkan Chaaya kepada televisi Prancis, BFM, suara ledakan terdengar saat Konsul Jenderal Prancis hampir menyelesaikan pidatonya dalam seremoni itu.
Kementerian Luar Negeri Prancis menyebut insiden itu sebagai 'serangan bom' dan melontarkan kecaman keras. Tidak hanya itu, pihak Kementerian Luar Negeri Prancis juga menyerukan otoritas Saudi untuk menyelidiki serangan bom itu secara tuntas.
"Kami meminta otoritas Saudi untuk mencari kejelasan sebanyak mungkin tentang serangan ini, dan mengidentifikasi serta memburu para pelakunya," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Prancis.
Akhir bulan lalu, seorang pria Saudi yang memegang pisau ditangkap setelah menyerang dan melukai seorang penjaga keamanan di konsulat Prancis di Jeddah.
Insiden itu terjadi setelah pemenggalan kepala seorang guru bahasa Prancis di dekat Paris oleh seorang pria asal Chechnya, yang mengatakan dia ingin menghukum guru tersebut karena memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya saat pelajaran kewarganegaraan.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menyebut guru itu, Samuel Paty, seorang pahlawan, dan dia berjanji untuk melawan "separatisme Islam".