Kemenangan capres dari Demokrat, Joe Biden dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS) menerbitkan harapan. Harapan untuk Biden pun muncul dari Yaman hingga Iran.
Masa depan kesepakatan nuklir menjadi pertanyaan terbesar Iran saat pilpres AS digelar pekan lalu. Dengan terpilihnya Joe Biden menjadi Presiden AS selanjutnya, otoritas Iran berharap AS kembali bergabung dengan kesepakatan nuklir yang ditinggalkan di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump.
Seperti dilansir ABC News, Senin (9/11/2020), kesepakatan nuklir Iran yang secara resmi disebut sebagai Rencana Aksi Komprehensif Gabungan disepakati oleh AS di bawah Presiden Barack Obama dan beberapa negara kekuatan dunia lainnya tahun 2015 lalu. Pada Mei 2018, Trump menarik AS dari kesepakatan gabungan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan keluarnya AS dari kesepakatan itu maka sanksi-sanksi untuk Iran batal diperingan. Situasi ini semakin menyulitkan perekonomian Iran.
Pemerintahan Iran saat ini, yang dipimpin Presiden Hassan Rouhani dan Menteri Luar Negeri Mohammad Javad Zarif, mengindikasikan niat untuk membangkitkan kembali kesepakatan itu dan mengumpulkan para penanda tangan lainnya untuk merundingkan kesepakatan baru.
"Pemerintahan AS selanjutnya harus menggunakan kesempatan untuk menebus kesalahan masa lalu terhadap Iran," sebut Presiden Rouhani dalam pernyataan pada Minggu (8/11) waktu setempat.
Kantor berita Iran, Fars News Agency, melaporkan bahwa Presiden Rouhani menyatakan harapan agar pemerintahan baru AS akan bergabung kembali dengan kesepakatan nuklir Iran.
Dituturkan Presiden Rouhani bahwa rakyat Iran menghadapi 'terorisme ekonomi' dalam tiga tahun terakhir dan menunjukkan 'perlawanan dan kesabaran yang kompeten'. Lebih lanjut, Presiden Rouhani menegaskan bahwa Iran akan melanjutkan 'kesabaran' dan 'perlawanannya'.
"Kami berharap kondisi berubah sedemikian rupa sehingga mereka yang telah menjatuhkan sanksi akan menyadari bahwa mereka telah bergerak di jalur yang salah, dan mereka tidak akan mencapai tujuan mereka sama sekali seperti yang mereka pahami dari pengalaman tiga tahun ini," cetusnya.
Harapan untuk Biden juga datang dari Yaman. Silakan klik halaman selanjutnya.
Harapan dari Yaman untuk Biden
Seorang pejabat dari kelompok pemberontak Houthi di Yaman meminta Joe Biden, untuk membantu mengakhiri konflik Yaman yang terus berkelanjutan. Biden diharapkan mampu menekan Arab Saudi untuk menghentikan konflik Yaman.
Seperti dilansir Associated Press, Senin (9/11/2020), Menteri Luar Negeri pemerintahan Houthi, Hisham Sharaf, menuturkan bahwa meskipun Biden telah berbicara soal mengurangi dukungan AS untuk Saudi -- rival Houthi yang didukung Iran, itu masih belum cukup.
Sharaf menyatakan pemerintah AS harus menggunakan pengaruhnya untuk 'menekan' Saudi dan sekutunya, Uni Emirat Arab, agar menghentikan perang di Yaman.
"Ketika kita bicara soal perubahan, dalam kaitannya dengan Presiden AS, saya mendengar beberapa hal dari Biden soal hal ini, bahwa mereka akan mengurangi atau mereka akan menghentikan dukungan mereka kepada Saudi," ucap Sharaf.
"Apa yang kita cari adalah (bagi AS) untuk menginstruksikan, untuk menekan Saudi dan Emirat untuk menghentikan perang di Yaman, bukan mengurangi bantuan kepada Saudi atau ke Emirat," cetusnya.
Ditambahkan Sharaf dalam wawancara dengan Associated Press bahwa pemerintahan Houthi yang kini menguasai Yaman, siap bekerja dengan AS dan negara-negara lainnya untuk mengupayakan perdamaian di Yaman. Dia menegaskan tidak ada permusuhan antara rakyat Yaman dan rakyat Amerika.
Namun diketahui bahwa Houthi kerap menggunakan slogan anti-Amerika. Pendukung mereka kerap meneriakkan 'Matilah Amerika dan Israel' yang mengidentifikasikan gerakan mereka dengan Iran -- rival Israel, sekutu AS.
"Kami bukan musuh Amerika. Saya harus mengatakan ini kepada seluruh dunia: Kami bukan musuh publik Amerika, atau warga Amerika. Terkadang ketika kami mengutuk atau ketika kami berteriak menentang Amerika, maksud kami adalah pemerintahannya, yang memberikan dukungan kepada Saudi, kepada Emirat, kepada yang lain yang membunuh warga kami," jelasnya.
Dalam konflik Yaman yang pecah sejak tahun 2014 saat Houthi menduduki ibu kota Sanaa, Saudi melakukan intervensi dengan meluncurkan operasi militer bersama sekutunya. Tujuan dari operasi militer Saudi adalah memulihkan pemerintahan Presiden Yaman, Abde Rabu Mansour Hadi.