Konstitusi negara bagi warga Chile bukan sebuah 'harga mati'. Rakyat Chile baru saja mengakhiri dengan gembira penerapan konstitusi era pemerintahan otoriter dari mendiang Presiden Augusto Pinochet.
Dilansir AFP, Selasa (27/10/2020), rakyat negara Amerika Selatan itu memberikan dukungan mayoritas dalam referendum yang digelar Minggu (25/10) waktu setempat, untuk mengakhiri penerapan konstitusi yang menjadi sisa-sisa terakhir dari kediktatoran brutal Jenderal Augusto Pinochet.
Hasilnya memicu perayaan besar-besaran oleh warga Chile yang bersorak gembira menyanyikan "Adios General".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sangat senang merasa bahwa orang-orang akhirnya membuat suaranya didengar," kata sekretaris Carolina Martinez yang berusia 58 tahun saat dia berjalan menuju tempat kerja Senin (26/10) di Santiago.
Hasil utama dari referendum ini adalah bahwa negara sekarang cenderung memainkan peran yang lebih besar dalam ekonomi, mengurangi ketimpangan dan menyediakan belanja kesejahteraan sosial yang lebih besar untuk kesehatan, pendidikan, perumahan publik dan pensiun.
Namun, "jalan di depan penuh dengan ketidakpastian dan menulis ulang konstitusi akan menjadi proses yang kompleks," kata Capital Economics dalam sebuah catatan.
Proses Penuh Risiko
Proses itu penuh dengan risiko bagi pemerintahan konservatif Presiden Sebastian Pinera, yang terluka parah oleh hasil referendum dan dengan pemilihan yang akan datang tahun depan, kata para analis.
Miliarder berusia 70 tahun itu mengakui dalam pidatonya Minggu (25/10) malam bahwa negara telah "terpecah" oleh konstitusi, dan menyerukan persatuan dalam mencari "konstitusi baru untuk Chile."
"Mulai hari ini kita semua harus bekerja sama," ujarnya.