Ribuan orang berkumpul pada Minggu (25/10/2020) di persimpangan utama Bangkok untuk kembali menyerukan agar Perdana Menteri Thailand Prayuth Chan-O-Cha mundur. Prayut telah mengabaikan tenggat waktu untuk mundur yang ditetapkan oleh pengunjuk rasa.
Dilansir AFP, Senin (26/10) Prayuth, yang melancarkan kudeta tahun 2014, menghadapi tekanan dari gerakan prodemokrasi yang dipimpin mahasiswa, yang telah mengorganisir demonstrasi besar-besaran selama berbulan-bulan.
Mereka menganggap kekuasaannya - diperpanjang setelah pemilihan umum tahun lalu yang sangat disengketakan - sebagai tidak sah dan pada Rabu (21/10) memberinya waktu tiga hari untuk mundur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah batas waktu habis, ribuan orang berkumpul lagi di persimpangan Ratchaprasong di pusat kota Bangkok, yang dikelilingi pusat perbelanjaan dan diawasi oleh polisi lalu lintas.
"Jika Prayuth bersikeras untuk tidak mundur, kami akan tetap bersikeras untuk mengeluarkan dia," kata panitia penyelenggara Jatupat "Pai" Boonpattararaksa.
Dia menegaskan kembali tiga tuntutan inti gerakan - pengunduran diri Prayut; penyusunan ulang konstitusi bernaskah militer 2017; dan agar pihak berwenang "berhenti mengganggu" lawan politik.
Pertemuan tersebut dihadiri beragam orang - termasuk waria dengan pakaian resmi lengkap, orang-orang muda bertopi yang siap menghadapi tindakan keras polisi, dan pengunjuk rasa yang lebih tua yang khawatir akan ekonomi Thailand yang terjun bebas.
"Saya ingin Prayuth berpikir sebagai warga negara daripada sebagai perdana menteri," kata Nuch (43).
Video 'Ribuan Pengujuk Rasa di Thailand Kembali Turun ke Jalan':
Jalan-jalan di sekitarnya ditutup.
Prayut tetap pada pendiriannya pada hari Sabtu (24/10) saat menghadiri upacara doa untuk negara di kuil bersejarah Bangkok, dengan mengatakan "semua masalah dapat diselesaikan" melalui kompromi.
Dia mengatakan kepadapara wartawan bahwa dia "tidak akan berhenti".