Perdana Menteri (PM) Thailand, Prayuth Chan-O-Cha, sedikit mengubah sikapnya terhadap demonstran pro-demokrasi yang terus menggelar aksi meskipun ada dekrit darurat. PM Prayuth khawatir jika unjuk rasa yang semakin meluas akan dimanfaatkan para pembuat onar yang berupaya memicu kekerasan.
Seperti dilansir Reuters dan media lokal, Bangkok Post, Senin (19/10/2020), juru bicara PM Prayuth, Anucha Burapachaisri, menyatakan bahwa sang PM mengakui hak warga Thailand untuk berunjuk rasa, namun memperingatkan bahwa aksi protes harus digelar sesuai aturan hukum yang berlaku.
Diketahui bahwa ribuan orang masih terus berkumpul untuk berunjuk rasa pada Minggu (19/10) waktu setempat, meskipun telah diberlakukan dekrit darurat yang melarang unjuk rasa atau perkumpulan politik yang diikuti banyak orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Anucha menyatakan bahwa PM Prayuth merasa khawatir dengan semakin meluasnya unjuk rasa di Thailand dan takut jika unjuk rasa itu dimanfaatkan oleh pembuat onar yang tidak bertanggung jawab. Oleh karena itu, sebut Anucha, PM Prayuth ingin untuk berdialog mencari solusi.
"Pemerintah ingin berbicara untuk mencari jalan keluar bersama-sama," ucap Anucha kepada Reuters.
Penegasan serupa juga disampaikan Anucha kepada Bangkok Post. "Pemerintah bersedia mendengarkan masalah semua orang dan terus menyelesaikan masalah di semua sektor," ujarnya.
Nada bicara PM Prayuth tampak lebih bersahabat jika dibandingkan pada Sabtu (17/10) waktu setempat, ketika dia memperingatkan orang-orang untuk tidak menghadiri perkumpulan massal dan melanggar hukum.
PM Prayuth menuai kecaman setelah Kepolisian Thailand menggunakan taktik kekerasan saat menghadapi para demonstran di persimpangan Pathumwan, Bangkok, pada Jumat (16/10) waktu setempat. Saat itu, polisi Thailand menembakkan meriam air ke arah para demonstran yang menggelar aksi secara damai.
Cara pembubaran demonstran dengan kekerasan itu menggerakkan lebih banyak unjuk rasa lainnya di dalam wilayah Bangkok maupun di provinsi-provinsi lainnya. Dengan sekitar 20 pemimpin demo ditangkap otoritas Thailand, pihak penyelenggara beralih ke unjuk rasa 'tanpa pemimpin' yang memungkinkan demonstran individu berbicara di hadapan massa.
Pada Minggu (18/10) waktu setempat, unjuk rasa digelar di sedikitnya 20 lokasi di berbagai provinsi di luar ibu kota Bangkok. Monumen Kemenangan dan persimpangan Asok di Bangkok menjadi lokasi utama unjuk rasa.
Unjuk rasa pro-demokrasi di Thailand yang berlangsung selama beberapa bulan terakhir menuntut lengsernya PM Prayuth dari jabatannya dan menuntut dilakukannya reformasi dalam sistem monarki Thailand.