Polisi Thailand Perintahkan Penyelidikan 4 Media Terkait Liputan Demo

Polisi Thailand Perintahkan Penyelidikan 4 Media Terkait Liputan Demo

Rita Uli Hutapea - detikNews
Senin, 19 Okt 2020 14:46 WIB
Police use water canons to try and disperse demonstrators from their protest venue in Bangkok, Thailand, Friday, Oct. 16, 2020. Thailand prime minister has rejected calls for his resignation as his government steps up efforts to stop student-led protesters from rallying in the capital for a second day in defiance of a strict state of emergency. (AP Photo/Sakchai Lalit)
aksi demo terus terjadi di Thailand (Foto: AP Photo)
Jakarta -

Polisi Thailand memerintahkan penyelidikan terhadap empat outlet berita di bawah dekrit darurat yang diberlakukan pekan lalu untuk mencoba menghentikan tiga bulan aksi protes terhadap pemerintah dan monarki.

Pengumuman tersebut memicu kemarahan dari kelompok media dan tuduhan serangan terhadap kebebasan pers oleh pemerintah Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha, mantan pemimpin junta yang didesak mengundurkan diri oleh para demonstran.

Menurut dokumen polisi tertanggal 16 Oktober, investigasi telah diperintahkan terhadap konten dari empat media serta halaman Facebook dari sebuah kelompok protes.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami menerima informasi dari unit intelijen yang prihatin bahwa bagian dari konten dan informasi yang menyimpang telah digunakan dan disebarluaskan sehingga menimbulkan kebingungan dan memicu keresahan masyarakat," kata juru bicara polisi Kissana Phathanacharoen dalam konferensi pers seperti dilansir kantor berita Reuters, Senin (19/10/2020).

ADVERTISEMENT

Dia mengatakan bahwa regulator penyiaran dan kementerian digital Thailand akan menyelidiki dan mengambil tindakan yang sesuai, seraya menambahkan bahwa tidak ada rencana untuk mengekang kebebasan pers.

Putchapong Nodthaisong, juru bicara kementerian digital, mengatakan telah meminta perintah pengadilan untuk menghapus konten empat media dan halaman protes, di antara lebih dari 300.000 konten yang dikatakan melanggar hukum Thailand.

Prachatai, outlet independen di antara media-media yang sedang diselidiki, menggambarkannya sebagai perintah sensor.

"Merasa terhormat untuk melaporkan info akurat tentang hak asasi manusia dan perkembangan politik di Thailand, kami akan berusaha sebaik mungkin untuk terus melakukannya," kata Prachathai English di Twitter.

The Manushya Foundation, sebuah kelompok independen yang mengkampanyekan kebebasan online, menyebut tindakan tersebut sebagai upaya untuk membungkam media yang bebas.

"Karena pelarangan protes tidak berhasil, pemerintah yang didukung militer berharap menciptakan ketakutan untuk mengatakan yang sebenarnya," kata direkturnya, Emilie Palamy Pradichit.

Pemerintah Thailand telah memerintahkan larangan berita dan informasi online yang dapat mempengaruhi keamanan nasional. Di bawah penetapan dekrit darurat, pemerintah juga melarang pertemuan politik lebih dari lima orang dalam menghadapi tantangan yang semakin meningkat.

Namun aksi protes terus digelar para demonstran. Para pengunjuk rasa menuntut pemecatan Perdana Menteri Prayuth, menuduhnya merekayasa pemilihan umum tahun lalu untuk mempertahankan kekuasaan yang pertama kali direbutnya dalam kudeta 2014. Dia mengatakan pemilihan itu adil.

Para pengunjuk rasa juga semakin vokal dalam menuntut reformasi monarki untuk mengurangi kekuasaan Raja Maha Vajiralongkorn. Istana Kerajaan tidak mengomentari protes atau tuntutan pengunjuk rasa ini.

Halaman 2 dari 2
(ita/ita)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads