Seorang pria Amerika Serikat (AS) yang berusia 14 tahun saat ayahnya membawa dia ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) didakwa membantu kelompok teroris. Sang ayah juga dijerat dakwaan yang sama.
Seperti dilansir AFP, Kamis (1/10/2020), Jihad Ali yang kini berusia 19 tahun dan ayahnya, Emraan Ali (53), dipulangkan ke AS dari Suriah, setelah mereka ditahan sejak tahun lalu oleh Pasukan Demokratik Suriah (SDF) bersama ratusan militan asing yang ditangkap usai kekalahan ISIS.
Ayah dan anak ini diadili di pengadilan federal Miami atas dakwaan memberikan dukungan material untuk organisasi teroris asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sang ayah yang warga naturalisasi AS kelahiran Trinidad & Tobago ini membawa istrinya, kemudian Jihad yang lahir di New York dan lima anak lainnya ke Suriah tahun 2015 lalu untuk bergabung dengan ISIS. Sang ayah terinspirasi oleh ajaran dari penceramah Al-Qaeda kelahiran AS, Anwar Awlaki.
Kepada penyidik Biro Investigasi Federal (FBI) tahun lalu, Jihad menuturkan bahwa dirinya 'bersemangat untuk pergi ke tempat baru dan melihat dunia'.
Kemudian tahun 2015, dia mengikuti pelatihan senjata dan perang ISIS dan sempat ditugaskan ke sebuah batalion ISIS untuk penutur bahasa Inggris. Dokumen persidangan menyebut Jihad sempat memamerkan momen saat dirinya bergabung dalam pertempuran via Facebook.
"Jihad menggambarkan sejumlah pelatihan sebagai hal keren dan beberapa pelatihan lainnya menakutkan," demikian seperti disebutkan dakwaan pengadilan.
Jihad dan ayahnya terlibat dalam beberapa pertempuran bersama militan ISIS lainnya di Suriah. Satu anak laki-laki Emraan lainnya, yang tidak disebut identitasnya namun usianya lebih muda dari Jihad, juga ikut bertempur bersama keduanya.
Ketiganya menyerah di Baghuz, Suriah -- markas terakhir ISIS di Suriah -- pada Maret dan ditahan oleh SDF yang merupakan sekutu koalisi anti-ISIS pimpinan AS.
Jihad dan ayahnya dihadirkan dalam sidang perdana di pengadilan federal di Florida pada Rabu (30/9) waktu setempat. Atas dakwaan membantu kelompok teroris, keduanya terancam hukuman maksimum 20 tahun penjara.