Setidaknya 11 orang tewas dalam tiga insiden pembantaian terpisah di Kolombia. Insiden ini adalah yang paling mematikan sejak gerilyawan Pasukan Revolusioner Kolombia (FARC) menandatangani perjanjian damai dengan pemerintah pada 2016.
Seperti dilansir AFP, Selasa (8/9/2020), pembantaian - pembunuhan tiga orang atau lebih dalam peristiwa yang sama - terjadi dalam tiga hari terakhir di wilayah Antioquia di barat laut, Bolivar di utara dan Cesar di timur laut negara itu.
Dalam pembunuhan Senin (7/9) di Antioquia, lima orang tewas "mungkin oleh satu kelompok bersenjata" di kota Zaragoza, kata Kepala Pasukan Polisi Zaragoza, Kolonel Ever Gomez itu kepada wartawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masih pada hari Senin (7/9), tiga orang tewas dalam serangan di daerah Simiti, sebuah kota di wilayah Bolivar. Para korban belum segera diidentifikasi, kata seorang juru bicara polisi kepada AFP.
Polisi juga melaporkan bahwa serangan terjadi di kota Aguachica, di wilayah Cesar. Sepasang suami istri asal Venezuela tewas dan korban ketiga meninggal akibat luka-luka yang diderita dalam insiden yang sama.
Para ahli memperingatkan bahwa Kolombia sedang menjalani siklus baru kekerasan yang ditandai dengan peningkatan pembantaian.
SSimak juga vidoe 'Akibat Lockdown, Migran Venezuela Jalan Kaki Tinggalkan Kolombia':
Antara 1 Januari dan 17 Agustus, Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat 33 pembunuhan kelompok semacam itu di berbagai wilayah negara, dibandingkan dengan 36 pembunuhan pada 2019, 29 pada 2018, dan 11 pada 2017.
Sejak itu, pihak berwenang mencatat 12 pembantaian tambahan.
Pemerintah Kolombia menyalahkan tindak kekerasan ini pada kelompok bersenjata yang mendanai operasi mereka melalui perdagangan narkotika.
Sementara kesepakatan dengan FARC - yang merupakan kelompok gerilya utama yang beroperasi di negara itu - mengurangi kekerasan politik. Kolombia telah hidup selama hampir enam dekade dengan konflik yang telah mengadu lembaga penegak hukum negara dengan gerilyawan, paramiliter, dan pedagang narkotika.