Menteri Pertahanan (Menhan) Filipina, Delfin Lorenzana, menyebut bahwa 'sembilan garis putus-putus' yang digunakan China untuk mengklaim sebagian besar wilayah perairan Laut China Selatan merupakan rekayasa. Lorenzana menuduh China menduduki wilayah maritim Filipina secara ilegal.
Seperti dilansir AFP, Senin (24/8/2020), tuduhan ini dilontarkan di tengah perselisihan baru antara Filipina dan China atas sengketa beting Scarborough, yang sejak lama memicu pertikaian antara kedua negara.
Pekan lalu, Kementerian Luar Negeri Filipina melayangkan protes diplomatik terhadap China terkait apa yang disebut sebagai 'penyitaan ilegal' atas perlengkapan mencari ikan milik nelayan Filipina di dekat beting tersebut. China merebut Scarborough dari Filipina tahun 2012 lalu menyusul ketegangan kedua negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beting Scarborough, salah satu daerah tangkapan ikan terkaya di kawasan tersebut, diketahui terletak di lokasi 240 kilometer dari Pulau Luzon, pulau utama Filipina dan 650 kilometer dari daratan utama terdekat China, Pulau Hainan.
"Area itu berada di dalam ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) kita," tegas Lorenzana kepada wartawan via pesan singkat. "Hak historis mereka (China-red) atas area yang dikelilingi oleh 9 garis putus-putus tidak ada kecuali dalam imajinasi mereka," tuduhnya.
"Para nelayan kita ada di dalam ZEE kita dan demikian juga dengan kapal-kapal dan pesawat-pesawat kita yang melakukan patroli di dalam wilayah kita," imbuh Lorenzana.
"Mereka (China-red) adalah pihak-pihak yang melakukan provokasi dengan secara ilegal menduduki sejumlah fitur dalam ZEE kita. Karenanya mereka tidak punya hak untuk mengklaim bahwa mereka menegakkan hukum mereka," sebutnya.
Tonton video 'China Kembangkan Vaksin Corona dari Sel Serangga':
China mengklaim sebagian besar perairan Laut China Selatan, dengan seringkali menggunakan klaim 'sembilan garis putus-putus' untuk membenarkan hak historis mereka atas jalur perairan strategis yang juga diklaim oleh Filipina, Malaysia, Vietnam, Taiwan dan Brunei. Otoritas China menolak putusan Mahkamah Arbitrase tahun 2016 yang didukung Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang menetapkan bahwa klaim China tidak memiliki dasar hukum.
Secara terpisah, Harry Roque yang merupakan juru bicara Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, berupaya meredakan kritikan Lorenzana yang disampaikan saat Filipina tengah berusaha mengamankan vaksin virus Corona (COVID-19) dari China.
"Diplomat-diplomat kita secara rutin melayangkan protes seperti itu jika kita meyakini kedaulatan kita dilanggar. Tapi itu tidak akan mempengaruhi hubungan baik secara keseluruhan antara negara kita dan China," tegas Roque.