Para perempuan tunanetra di China kerap mengalami pelecehan seksual. Umumnya pelecehan seksual ini kerap dialami oleh mereka yang berprofesi sebagai terapis pijat.
Seperti dilansir dari AFP, Sabtu (15/8/2020), ketika Xiao Jia kehilangan penglihatannya saat remaja, dia diberitahu bahwa pilihan karier yang "terhormat" adalah menjadi terapis pijat.
Sebaliknya, dia menemukan sebuah industri yang penuh dengan pelecehan seksual dan agresi, di mana wanita hanya diberi sedikit perlindungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tunanetra didorong untuk bekerja di panti pijat di China karena diyakini lebih sensitif terhadap sentuhan.
Pekerjaan ini juga dipandang sebagai pilihan praktis di negara yang secara rutin memisahkan penyandang disabilitas dari masyarakat lainnya sejak usia muda, dan di mana hanya sedikit profesi yang bersedia mengakomodasi staf tunanetra.
Tetapi bagi banyak wanita tunanetra, kenyataan penuh dengan resiko. Xiao mengatakan dia sering diraba-raba oleh pelanggan pria yang juga menuntut layanan seksual dan mencoba memaksanya untuk menyentuhnya secara tidak pantas.
"Masa-masa paling serius (seorang pelanggan) sangat kasar, dia membawa saya ke ruangan terpisah dan menutup kedua pintu, dan kemudian meminta saya untuk memijat bagian tertentu dari dirinya," katanya kepada AFP.
Xiao kerapkali takut menolaknya. Sudah 14 tahun sejak dia kehilangan penglihatan karena kondisi genetik, dan ini bukanlah masa depan yang dia bayangkan.
Aktivis HAM memperkirakan 40 persen perempuan telah menghadapi pelecehan seksual di China, di mana sistem patriarki, menyalahkan korban dan sikap konservatif berarti melaporkan kejahatan seks dan mengamankan hukuman bisa jadi sulit.
Tonton juga 'Terapis yang Nikahi Anak di Bawah Umur di Pinrang Jadi Tersangka!':
Wanita tunanetra di industri pijat bahkan lebih rentan, kata pengacara Li Ying, yang memperingatkan bahwa jumlah sebenarnya yang pernah menghadapi pelecehan seksual kemungkinan besar jauh lebih tinggi dari yang diketahui.
Li adalah pengacara pertama yang membawa kasus di bawah undang-undang pelecehan seksual baru China - yang dia menangkan.
Hingga tahun 2018 belum ada definisi hukum tentang pelecehan seksual dan tidak ada peraturan tentang cara menangani kasus tersebut di sekolah dan tempat kerja. Tapi wanita tunanetra seringkali "lebih rentan", Li memperingatkan.
"Kami menemukan bahwa di industri jasa secara umum, orang lebih mungkin dilecehkan secara seksual, dan pemijat tunanetra membuat proporsinya lebih tinggi," tambahnya.