Presiden Lebanon Michel Aoun menolak penyelidikan internasional apa pun terhadap ledakan dahsyat di pelabuhan di Beirut, ibu kota Lebanon. Menurutnya, sebuah rudal atau kelalaian bisa jadi telah menyebabkan ledakan yang menewaskan lebih dari 150 orang dan menghancurkan sebagian besar ibu kota Lebanon.
Terungkapnya bahwa pengiriman besar amonium nitrat berbahaya telah disimpan selama bertahun-tahun di sebuah gudang di jantung ibu kota menjadi bukti, yang mengejutkan bagi banyak orang Lebanon tentang kebusukan di inti sistem politik mereka.
Bahkan Presiden Lebanon Michel Aoun pada Jumat (7/8) waktu setempat mengakui bahwa sistem yang "lumpuh" perlu "dipertimbangkan kembali".
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita menghadapi perubahan dan mempertimbangkan kembali sistem kami, yang dibangun berdasarkan konsensus, setelah dianggap lumpuh dan tidak mampu mengambil keputusan dengan cepat," kata Aoun kepada wartawan seperti dilansir kantor berita AFP, Sabtu (8/8/2020).
Tonton juga 'Lebanon Usut Kemungkinan Adanya Rudal Penyebab Ledakan':
Dia menjanjikan "keadilan yang cepat", tetapi menolak seruan luas untuk penyelidikan internasional. Kepada seorang wartawan, dia mengatakan seruan penyelidikan itu dilihatnya sebagai upaya untuk "mengaburkan kebenaran".
"Ada dua kemungkinan skenario untuk apa yang terjadi: kelalaian atau campur tangan asing melalui rudal atau bom," katanya. Ini pertama kalinya seorang pejabat tinggi Lebanon mengemukakan kemungkinan bahwa pelabuhan itu telah diserang.
Apa yang memicu ledakan bahan kimia tersebut masih belum jelas - para pejabat mengatakan pekerjaan perbaikan gudang baru-baru ini telah dimulai, sementara yang lain mencurigai kembang api disimpan di tempat yang sama atau di dekatnya.
Beirut telah menerima aliran bantuan internasional sejak ledakan itu, dengan presiden Dewan Eropa, Charles Michel, akan mengunjungi ibu kota yang porak-poranda pada hari Sabtu ini.
Badan polisi internasional Interpol pada hari Jumat (7/8) mengatakan akan mengirim ke Lebanon tim ahli yang berspesialisasi dalam mengidentifikasi para korban.
Presiden Prancis Emmanuel Macron adalah pemimpin dunia pertama yang mendarat di Lebanon usai ledakan tersebut. Di sana, dia mendesak para pejabat untuk memberlakukan reformasi mendalam menjelang konferensi bantuan yang direncanakan dalam beberapa hari mendatang.
Macron berbicara pada hari Jumat (7/8) dengan Presiden AS Donald Trump, dengan Gedung Putih mengatakan mereka akan bekerja "dengan mitra internasional untuk memberikan bantuan segera kepada rakyat Lebanon".
Menurut sumber pengadilan, penyelidikan Lebanon sejauh ini telah menyebabkan 21 penangkapan, termasuk manajer umum pelabuhan Hassan Koraytem, pejabat bea cukai dan insinyur pelabuhan lainnya.
Puluhan orang lainnya sedang diinterogasi oleh pengadilan militer Lebanon, yang berfokus pada para pejabat administrasi dan keamanan di pelabuhan serta otoritas pemerintah yang mungkin telah mengabaikannya.