Sejumlah kapal-kapal nelayan China dilaporkan beroperasi secara ilegal di perairan Korea Utara (Korut). Kapal-kapal nelayan China ini melakukan penangkapan hasil laut, terutama cumi-cumi, yang bernilai ratusan dolar Amerika.
Seperti dilansir AFP, Kamis (23/7/2020), hal ini diungkapkan dalam sebuah kajian Global Fishing Watch yang disusun para peneliti internasional. Kajian ini mengkombinasikan empat teknologi satelit untuk mengidentifikasi illegal fishing di perairan antara Korut dan Korea Selatan (Korsel) juga antara Jepang dan Rusia.
Kajian itu menemukan bahwa sedikitnya 900 kapal nelayan 'gelap' asal China beroperasi menangkap ikan di perairan Korut tahun 2017. Sekitar 700 kapal nelayan 'gelap' lainnya melakukan aktivitas serupa pada tahun 2018. Kapal 'gelap' merupakan sebutan untuk kapal yang tak terdeteksi sistem pemantauan publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disebutkan kajian yang dirilis oleh Asosiasi Amerika untuk Kemajuan Ilmiah dalam jurnalnya, Science Advances, ini bahwa aktivitas ini merupakan 'kasus illegal fishing terbesar yang dilakukan oleh armada tunggal di perairan jauh'.
Korut dilarang untuk mengekspor makanan laut atau menjual hak-hak menangkap ikan di bawah sanksi-sanksi Dewan Keamanan PBB yang diberlakukan terkait program senjata nuklir dan rudal balistik.
Tidak diketahui pasti apakah ada hubungan kontrak antara China dan Korut terkait penangkapan ikan ilegal tersebut. Namun dalam laporan terbaru, pemantau sanksi PBB menyebut Korut 'terus mendapatkan pemasukan dari penjualan gelap hak menangkap ikan'.
Menurut para peneliti, selama dua tahun kapal-kapal China menangkap cumi-cumi terbang Jepang (Japanese flying squid) senilai US$ 440 juta. Jumlah itu sama besar dengan total tangkapan nelayan Jepang dan Korsel jika digabungkan.
Cumi-cumi Jepang yang memiliki nama ilmiah Todarodes pacificus merupakan salah satu dari lima makanan laut paling banyak dikonsumsi di Jepang. Spesies ini juga menjadi produk makanan laut paling berharga di Korsel.
Menurut kajian itu, persaingan dengan ratusan kapal nelayan China yang lebih besar dan dengan perlengkapan lebih baik telah memaksa para nelayan Korut untuk mencari ikan ke perairan Rusia.
Diketahui bahwa para nelayan Korut berisiko 'kelaparan dan tewas' saat mencapai perairan Rusia untuk mencari ikan. Terlebih, kapal-kapal mereka yang terbuat dari kayu 'sangat tidak layak untuk pelayaran jarak jauh'.