Kementerian Kesehatan Malaysia mengakhiri penggunaan obat malaria hydroxychloroquine terhadap pasien virus Corona (COVID-19) di wilayahnya. Hal ini diputuskan setelah uji coba obat itu terhadap 500 pasien Corona di berbagai wilayah Malaysia, tidak memberikan dampak positif.
Seperti dilansir The Star, Selasa (23/6/2020), Direktur Jenderal Kesehatan Kementerian Kesehatan Malaysia, Dr Noor Hisham Abdullah, menyatakan bahwa obat yang sudah digunakan untuk mengobati penyakit malaria selama lebih dari 40 tahun itu, menjadi bagian uji coba karena meredakan peradangan.
"Ketika kami meninjau data soal 500 kasus, terungkap bahwa tidak ada efek positif. Statistik tidak menunjukkan efektivitasnya. Ketika tidak ada efektivitasnya, kami berhenti menggunakannya," ucap Dr Noor Hisham dalam konferensi pers pada Senin (22/6) waktu setempat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menghentikan uji coba hydroxycholoroquine untuk pengobatan virus Corona di bawah Uji Coba Solidaritas secara global, di mana Malaysia ikut terlibat.
Obat ini telah diuji coba untuk efektivitasnya dalam menghentikan memburuknya gejala-gejala, seperti menghentikan pasien kategori 1 dari mengalami gejala yang akan membuat mereka diklasifikasikan sebagai pasien kategori empat atau lima.
Pasien kategori satu merupakan pasien positif Corona tanpa gejala, kategori dua merupakan pasien positif Corona dengan gejala ringan, kategori tiga merupakan pasien positif Corona dengan pneumonia, kategori empat merupakan pasien positif Corona dengan peradangan di paru-paru dan memerlukan oksigen tambahan, dan kategori lima merupakan pasien positif Corona yang masuk rumah sakit saat tahap akhir dan membutuhkan bantuan ventilator.
Penggunaan hydroxychloroquine menjadi kontroversial setelah ada laporan kematian akibat aritmia (gangguan detak jantung) dan serangan jantung di antara pasien-pasien Corona yang dirawat dengan obat tersebut.
Dr Noor Hisham menyatakan bahwa kini uji coba dilakukan dengan sejumlah obat HIV, termasuk remdesivir terhadap sembilan pasien. Namun, dia mengatakan Malaysia tidak memiliki cukup pasien untuk menjalani uji coba ilmiah berbagai macam obat, padahal Malaysia diidentifikasi sebagai bagian uji coba solidaritas.
Tonton video 'Permintaan Tinggi, WHO Khawatir akan Beredar Dexamethasone Palsu':
(nvc/ita)