Dunia bisa seutuhnya kembali normal jika vaksin virus Corona (COVID-19) ditemukan. Sejauh ini, sudah ada 8 kandidat vaksin yang pengembangannya dipercepat. Berikut ini progres pengembangan vaksin Corona di seluruh dunia.
Sebagaimana diketahui, nasib dunia di tengah wabah Corona masih belum pasti. Negara-negara yang tadinya telah melewati serangan wabah Corona, kini harus siap menghadapi gelombang kedua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait ancaman gelombang kedua ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengingatkan wabah virus Corona bisa terus kembali dan muncul di semua negara. Dibutuhkan vaksin yang sudah teruji untuk benar-benar bisa menghentikan penyebaran virus.
"Keterhubungan kita secara global dapat diartikan bahwa risiko pengenalan ulang dan kemunculan kembali COVID-19 akan terus berlanjut. Pada akhirnya pengembangan dan pengiriman vaksin yang aman serta efektif diperlukan untuk sepenuhnya menghentikan transmisi," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, Selasa (14/4/2020).
Oleh karena itu, pengembangan vaksin Corona terus dilakukan. Merujuk pada 'DRAFT landscape of COVID-19 candidate vaccines' yang dirilis WHO per 15 Mei 2020, sudah ada 8 vaksin yang sudah memasuki tahap evaluasi uji klinis.
Delapan kandidat vaksin ini diproduksi oleh Amerika Serikat, Jerman, China dan Inggris. Sementara itu, ada 110 vaksin yang baru memasuki tahan pra uji klinis. Berikut ini perkembangan uji vaksin Corona di seluruh dunia:
Simak video 'Kabar Baik, Uji Klinis Vaksin Corona Moderna Fase I Berhasil':
1. Amerika Serikat
Kandidat vaksin COVID-19 dari perusahaan bioteknologi Moderna Inc adalah salah satu yang pertama kali menjalani uji klinis di Amerika Serikat. Seperti dilansir DW (19/5), dalam pernyataan yang dirilis perusahaan itu hari Senin (18/5), Moderna menyebutkan vaksinnya terbukti menghasilkan antibodi yang cukup untuk mencegah Covid-19 pada delapan relawan dalam fase uji klinis tahap pertama.
Delapan orang itu menjalani eksperimen uji klinis Fase 1 yang dimulai bulan Maret lalu. Vaksin Moderna adalah salah satu dari lebih dari 100 kandidat vaksin yang sedang dikembangkan di seluruh dunia sebagai perlindungan terhadap virus SARS-Cov-2. Sejauh ini Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 4,7 juta orang di seluruh dunia dan menewaskan lebih dari 317 ribu orang
"Secara keseluruhan, penelitian menunjukkan bahwa vaksin itu aman dan semua peserta penelitian menghasilkan antibodi terhadap virus", kata Moderna Inc. Analisis respons dari delapan individu itu menunjukkan bahwa mereka yang menerima dosis 100 mikrogram dan orang yang menerima dosis 25 mikrogram memiliki tingkat antibodi pelindung melawan virus corona yang lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam darah orang-orang yang pulih dari COVID- 19.
Kendati demikian, pakar penyakit menular dari Johns Hopkis University, Amesh Adalja mengatakan, masih banyak hal yang dapat terjadi antara saat ini dan saat vaksin itu memasuki fase uji klinis berikutnya untuk menguji kemanjurannya pada ribuan orang. Para ilmuwan saat ini berusaha memahami tingkat antibodi yang bisa menghadang Covid-19, dan berapa lama perlindungan itu akan bertahan dalam tubuh.
Moderna Inc mengatakan, vaksinnya menunjukkan respons terhadap besaran dosis. Dalam artian orang yang mendapat dosis 100 mikrogram menghasilkan lebih banyak antibodi dibanding orang yang mendapat dosis lebih rendah.
Vaksin Moderna telah mendapat lampu hijau dari otoritas kesehatan untuk memulai pengujian pada manusia tahap kedua. Pekan lalu, regulator AS memberi status "jalur cepat" bagi vaksin Sars-Cov-2 untuk mempercepat prosedur perizinan.
Dalam Fase 2, uji klinis dirancang untuk menguji efektivitas lebih lanjut dan menemukan dosis optimal. Moderna Inc. mengatakan akan membatalkan rencana untuk menguji dosis 250 mikrogram dan sebagai gantinya menguji dengan dosis lebih rendah yakni 50 mikrogram.
Mengurangi dosis yang diperlukan untuk menghasilkan kekebalan, dapat membantu mengurangi jumlah vaksin yang diperlukan dalam setiap suntikan, yang berarti perusahaan nantinya dapat menghasilkan lebih banyak vaksin.
Jika vaksin ini berhasil melewati semua tahapan uji klinis, Moderna Inc berharap bisa memasok jutaan dosis per bulan hingga akhir 2020. Dengan investasi lebih lanjut, dapat menyuplai puluhan juta dosis per bulan pada 2021. Moderna mengatakan akan memulai uji coba tahap akhir dengan skala responden lebih besar atau Fase 3, pada bulan Juli.
2. Inggris
Vaksin yang dipelopori oleh Universitas Oxford, Inggris juga sedang diujicobakan pada manusia. Tetapi belum ada hasil dari uji coba tersebut.
Namun, muncul kekhawatiran tentang hasil percobaannya pada monyet. Seperti dilansir BBC, Selasa (19/5) tes menunjukkan hewan yang divaksinasi menunjukkan gejala yang tidak begitu parah dan tidak terkena pneumonia. Namun mereka tidak sepenuhnya terlindungi dari virus, dan jumlah virus yang terdeteksi di hidung monyet sama seperti pada hewan yang tidak divaksinasi.
Profesor Eleanor Riley, dari University of Edinburgh, mengatakan: "Jika hasil serupa diperoleh pada manusia, vaksin ini kemungkinan akan memberikan perlindungan parsial terhadap penyakit pada si penerima vaksin, tapi tidak mungkin mengurangi penularan di masyarakat luas."
Bagaimanapun, hingga uji coba manusia selesai dilakukan, mustahil untuk mengetahui keampuhan vaksin pada manusia.
3. Jerman
Jerman telah mengesahkan uji klinis pertama vaksin virus Corona (COVID-19) pada manusia pada bulan lalu. Para relawan vaksin itu akan menjajal vaksin RNA yang dikembangkan oleh perusahaan Jerman Biontech dan raksasa AS Pfizer.
Seperti yang dilansir dari AFP, Rabu (23/4/2020) Institut Paul Ehrlich (PEI) -- lembaga penelitian Jerman dan badan pengawas medis di bawah Kementerian Kesehatan Federal -- mengesahkan aturan terkait uji klinis pertama vaksin Corona ini.
"Paul-Ehrlich-Institut ... telah mengesahkan uji klinis pertama vaksin terhadap COVID-19 di Jerman," kata badan pengawas PEI dalam keterangannya.
Uji coba vaksin Corona pada manusia yang disahkan Jerman itu adalah yang keempat di dunia. PEI menjelaskan, upaya ini merupakan "langkah signifikan" agar vaksin Corona "tersedia sesegera mungkin".
Uji coba akan melihat perkembangan dari "200 relawan sehat berusia antara 18 dan 55 tahun" yang nantinya divaksin dengan varian vaksin RNA. Sedangkan fase uji coba kedua, akan diteruskan pada relawan yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi.
4. China
China juga tak mau kalah dalam pengembangan vaksin. Salah satu kandidat vaksin paling menjanjikan di negara itu adalah buatan Sinovac Biotech yang berbasis di Beijing. Ilmuwan perusahaan itu mengklaim sudah berhasil uji vaksin Corona pada monyet dan berlanjut ke manusia.
Sinovac pun sedang mempersiapkan fasilitas produksi baru yang akan siap tahun ini dengan harapan vaksin tersebut terbukti efektif. Mereka telah membeli lahan seluas 70 ribu meter persegi di Beijing.
Ilmuwan Sinovac Biotech mengaku bekerja tanpa henti sekarang ini. "Biasanya pembuatan vaksin memerlukan waktu antara 8 sampai 10 tahun," kata direktur senior Sinovac, Meng Weining seperti dilansir ABC.
"Untuk vaksin ini, di tengah pandemi, kami berusaha maksimal mengambil langkahnya secepat mungkin."
Pada bulan April, Dr Gao Fu dari Center for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan vaksin dari negara itu mungkin akan tersedia untuk kebutuhan darurat pada bulan September. Tahap pertama akan diberikan pada pekerja kesehatan.
Walau belum ada jaminan akan ada vaksin yang berhasil dibuat, menjadi penting bagi Pemerintah China jika ada perusahaan dari negaranya yang berhasil mengembangkannya.
Pemerintah China sudah mendapat cukup banyak kritikan atas berbagai kesalahan di masa awal ketika wabah terjadi dengan tudingan menutup-nutupi informasi parahnya keadaan.
"Saya tidak tahu seberapa cepat kami akan bisa melakukannya, namun dibandingkan proses normal, kami lebih cepat," kata Meng Wenning dari Sinovac.
Selain itu, perusahaan farmasi asal Cina, CanSino Biologics melaporkan telah memulai fase kedua uji klinis terhadap salah satu vaksin COVID-19, demikian klaim Kementerian Riset dan Teknologi di Beijing.
Vaksin yang dikembangkan CanSino dikabarkan berbasis pada salah satu vaksin Ebola yang dimanipulasi untuk meredam virus corona.
5. Thailand
Otoritas Thailand memperkirakan vaksin untuk virus Corona yang dikembangkan sendiri oleh negara ini, akan siap pada tahun depan. Hal ini disampaikan setelah uji coba vaksin pada tikus di laboratorium setempat menunjukkan hasil yang baik.
Seperti dilansir Reuters, Rabu (20/5/2020), juru bicara Pusat Administrasi Situasi COVID-19, Taweesin Wisanuyothin, menyatakan bahwa Thailand akan memulai uji coba vaksin RNA duta (messenger RNA) pada kera, pekan depan, setelah sukses dalam uji coba pada tikus.
"Vaksin Thailand diperkirakan akan digunakan tahun depan," ujar Taweesin dalam pernyataannya.
Lebih dari 100 vaksin potensial untuk COVID-19 -- penyakit yang disebabkan oleh virus Corona -- tengah dikembangkan, termasuk beberapa yang telah memasuki uji coba klinis. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), pada April lalu, memperingatkan bahwa pengembangan vaksin bisa memakan waktu sedikitnya 12 bulan.
Vaksin untuk virus Corona di Thailand tengah dikembangkan oleh Institut Vaksin Nasional, Departemen Sains Medis dan Pusat Penelitian Vaksin pada Universittas Chulalongkorn.
Messenger RNA memicu sel tubuh untuk memproduksi antigen -- molekul di permukaan virus -- yang memacu sistem kekebalan tubuh untuk bereaksi.