Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kini tengah berada di antara dua negara, Amerika Serikat (AS) dan China. Kedua negara itu sedang ribut soal virus Corona.
Pada April lalu, Presiden AS Donald Trump sudah menebar ancaman akan menahan dana untuk WHO. Padahal selama ini dana WHO yang terbesar berasal dari AS. Soanya, WHO dinilai bias terhadap China selama pandemi virus Corona ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita akan menahan uang yang dihabiskan untuk WHO," ujar Trump seperti dilansir kantor berita AFP, 8 April lalu.
Selanjutnya, Trump menyatakan bahwa para wajib pajak AS menyediakan antara US$ 400 juta (Rp 6 triliun) hingga US$ 500 juta (Rp 7,5 triliun) per tahun untuk WHO. "Sebaliknya, China berkontribusi sebesar US$ 40 juta per tahun dan bahkan kurang dari itu," cetus Trump.
Baca juga: Trump Sebut WHO 'Boneka China' |
Sejurus kemudian, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, tampil dalam konferensi pers. Dikatakannya, otoritas China akan mendonasikan dana tambahan US$ 30 juta (Rp 454,6 miliar) WHO untuk membantu perang melawan pandemi virus Corona (COVID-19).
Ditambahkan Geng, bahwa kontribusi China untuk WHO ini 'mencerminkan dukungan dan kepercayaan dari pemerintah dan rakyat China kepada WHO'.
![]() |
"Mereka adalah boneka China, mereka China-sentris untuk membuatnya terlihat lebih baik," ujar Trump dalam pernyataan di Gedung Putih, dilansir AFP, Selasa (19/5). WHO dinilainya sebagai pemberi saran yang buruk sehingga terjadi penularan COVID-19 di AS.
Lain Trump lain Xi Jingping. Presiden China itu menyatakan dukungan untuk pengkajian komprehensif terhadap respons global atas pandemi virus Corona (COVID-19) yang dipimpin WHO. Presiden Xi menjanjikan dukungan finansial US$ 2 miliar (Rp 29,6 triliun) untuk penanganan virus Corona.
"China mendukung evaluasi komprehensif terhadap respons global untuk epidemi, setelah epidemi global terkendali, untuk meningkatkan pengalaman dan memperbaiki kekurangan," tutur Presiden Xi kepada WHO.
![]() |
"Upaya ini membutuhkan sikap ilmiah dan profesional, dan perlu dipimpin oleh WHO; dan prinsip-prinsip objektivitas dan keadilan perlu ditegakkan," kata Xi, dilansir Channel News Asia, Selasa (19/5).