Amerika Serikat (AS) berpotensi mendapatkan hak istimewa terhadap mengakses vaksin Corona (COVID-19) yang dikembangkan oleh raksasa farmasi, Sanofi, yang berbasis di Prancis. Terhadap hal ini, pemerintah Prancis tak bisa menerimanya.
Seperti dilansir AFP, Kamis (14/5/2020) pemerintah Prancis tak terima dengan rencana perusahaan farmasi yang berkantor pusat di Paris itu. Apalagi jika alasannya adalah finansial.
"Bagi kami, itu tidak dapat diterima karena ada akses istimewa ke negara ini dan itu untuk alasan finansial," kata Wakil Menteri Keuangan Prancis, Agnes Pannier-Runacher, kepada Sud Radio, Kamis (14/5).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya, CEO Inggris Sanofi Paul Hudson mengatakan pada hari Rabu (13/5) bahwa jika upayanya untuk menemukan vaksin berjalan dengan baik, ia pertama kali akan memasoknya ke pemerintah AS karena "mereka menginvestasikannya dalam mengambil risiko," setelah AS memperluas kemitraan dengan perusahaannya awal tahun ini.
"Begitulah karena mereka telah berinvestasi untuk mencoba dan melindungi populasi mereka, untuk memulai kembali ekonomi mereka," kata Hudson sebagaimana dikutip Bloomberg News.
Pada bulan April, Sanofi bergabung dengan GlaxoSmithKline dari Inggris untuk menangani virus Corona, meskipun uji coba belum dimulai, dan pengobatan yang berhasil akan tersedia paling cepat menjelang akhir tahun.
Proyek mereka sebagian didanai oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Biomedis Lanjutan (BARDA) dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS.
Namun, komentar Hudson memicu kemarahan dari asosiasi kesehatan Prancis, paling tidak sejak Sanofi telah mendapat manfaat dari puluhan juta Euro dalam kredit penelitian dari negara Prancis dalam beberapa tahun terakhir.
Pannier-Runacher mengatakan dia segera menghubungi Sanofi usai muncul pernyataan dari Hudson.
"Kepala divisi Sanofi Prancis mengkonfirmasi kepada saya bahwa vaksin akan tersedia di setiap negara dan jelas... untuk Prancis juga, paling tidak karena memiliki kapasitas produksi di Prancis," katanya.