Lembaga think tank asal Australia menuduh China mempekerjakan lebih dari 80.000 orang dari etnis Uighur di Xinjiang secara paksa. Pemerintah China menyebut tuduhan itu tak berdasar.
"Apa yang dikatakan itu tak berdasar. Lagi-lagi itu adalah tuduhan palsu dan bias terhadap Xinjiang oleh institusi untuk menunjukkan kesetiaannya terhadap pasukan anti-China di AS dan menghambat langkah-langkah antiterorisme dan deradikalisasi China di Xinjiang," ujar juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, dalam keterangannya, Selasa (3/3/2020).
Zhao Lijian menambahkan, apa yang dilakukan oleh China sudah sesuai dengan hukum yang berlaku dan mendapatkan persetujuan dan dukungan dari semua kelompok etnis di Xinjiang. Semua peserta pelatihan yang sudah menerima pendidikan dan pelatihan untuk deradikalisasi sudah lulus, mendapatkan pekerjaan yang tetap dari bantuan pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mereka juga hidup bahagia," ujarnya.
Dia mengatakan, lembaga Australia tersebut didanai oleh pemerintah AS dan penjual senjata yang antusias menggoreng isu sensasional soal anti-China.
"Sekali lagi, kami mendesak organisasi atau individu tertentu di Australia untuk berhenti membahas isu Xinjiang. Kami juga berharap media tetap waspada, mematuhi etika profesional dan melaporkan berita berdasarkan fakta," tegasnya.
Sebelumnya sejumlah media memberitakan, lembaga think tank asal Australia menuduh pemerintah China telah memobilisasi lebih dari 80.000 orang dari etnis Uighur dari kamp-kamp pelatihan dan ke pabrik-pabrik yang memasok merek-merek internasional.
Dalam sebuah laporan berjudul Uighurs for sale atau Uighur untuk dijual, Lembaga Kebijakan Strategis Australia (ASPI) mengidentifikasi setidaknya ada 27 pabrik di seluruh China yang menampung tahanan dari Xinjiang sejak 2017.