"Ya harus didudukkan masalahnya ya. Jadi posisi kami pimpinan MPR kerja kemarin ketemu PBNU, sebelumnya dengan PKS, dengan PAN dan Gerindra, PDIP dan lain sebagainya, itu posisi kami memang dalam rangka silaturahmi kebangsaan mendengarkan masukan dan aspirasi dari warga bangsa, para pimpinan baik itu orpol dan ormas tentang agenda yang direkomendasikan oleh periode sebelumnya, yaitu amandemen terbatas UUD 1945," kata HNW saat dihubungi, Kamis (28/11/2019).
Dalam pertemuan yang disebutkan Hidayat itu, pimpinan MPR mendapatkan banyak masukan. Saat bertemu jajaran petinggi PKS misalnya, HNW mengatakan mereka mendapat masukan, salah satunya agar suara rakyat dipentingkan terkait wacana amandemen terbatas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hidayat menyebut usulan PBNU agar pemilihan presiden dikembalikan ke MPR berdasarkan hasil Munas PBNU tahun 2012. PBNU, kata dia, ingin pilpres dikembalikan kepada UUD, bukannya Orde Baru.
"Kemarin ketika kami di PBNU, Ketum PBNU Prof Said Aqil Siradj menyampaikan hasil Munas PBNU di tahun 2012, berarti di zamannya Pak SBY, bahwa hasil keputusan Munas PBNU ya itu, karena mengkaji manfaat dan mudarat daripada pilpres langsung atau tidak langsung, mereka menyimpulkan lebih banyak maslahatnya kalau pemilihan tidak langsung artinya dikembalikan kepada, bukan dikembalikan kepada Orde Baru tapi dikembalikan ke UUD," tutur HNW.
"UUD itu sudah ada sejak sebelum Orde Baru. Jadi sejak zaman Bung Karno sesungguhnya ketentuan UUD juga begitu hanya saja kan tidak terlaksana pada waktu Bung Karno. Pada waktu zaman Orla kan tidak ada MPR, adanya MPRS, kemudian belum ada pemilihan presiden pada zaman itu. Barulah pada zaman Orde Baru UUD dilakukan dengan pemilihan oleh MPR," imbuh dia.
Wakil Ketua Majelis Syuro PKS itu menegaskan pimpinan MPR tidak dalam posisi menolak atau menerima usulan terkait amandemen terbatas UUD 1945, hanya menampung usulan yang disebut sebagai aspirasi. Menurutnya, pelaksanaan amandemen UUD 1945 masih sangat jauh untuk diwujudkan.
"Kalau kemudian tentang memutuskan, itu masih panjang. Memutuskan itu kan berarti harus diusulkan dulu secara resmi. Pengusulan resmi itu kan UUD mengatur itu harus disampaikan anggota MPR, jumlahnya pun tidak sedikit, 1/3 anggota. Menuju ke sana masih panjang banget. Apakah kemudian nanti usulan dari PBNU ditindaklanjuti atau tidak kan kami juga belum tahu. Kalaupun hanya PKB kan jumlahnya tidak sepertiga," jelas Hidayat.
HNW meminta semua pihak tidak berspekulasi terlebih dahulu terkait amandemen UUD 1945 apakah akan ada perubahan atau tidak. MPR masih bakal melakukan silaturahmi kebangsaan untuk mendengar masukan dari berbagai pihak.
"Hendaknya publik diingatkan kami sendiri pimpinan MPR tidak dalam posisi menerima atau menolak karena usulan itu harus diajukan anggota MPR, jumlahnya 1/3 melalui mekanisme di MPR yang kalau sampai pada tingkat keputusan berarti itu harus dihadiri 2/3 anggota MPR sidang paripurnanya dan disetujui 50% plus 1 daripada anggota MPR," jelas HNW.
"Kemarin pun dari PBNU mengatakan mereka tidak dalam posisi mendikte, posisi mereka adalah menyerahkan ke MPR untuk kemudian bagaimana terjadinya amandemen atau tidak amandemen terhadap UUD. Yang mereka usulkan bukan hanya itu saja, mereka usulkan juga pelaksanaan Pancasila secara serius karena mereka lihat sila kelima dari Pancasila belum terlaksana, masih terjadi kesenjangan ekonomi yang luar biasa. Yang direduksi seolah PBNU hanya menyampaikan pemilihan presiden kembali ke MPR," beber dia.
Ditanya sekali lagi soal 'pilpres oleh MPR bak kembali ke Orde Baru', HNW menegaskan usulan dari PBNU dan berbagai pihak yang telah ditemui MPR tidak berkekuatan hukum. Karena itu, dia meminta semua pihak mendudukkan permasalahan sesuai porsinya. Adalah Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) yang menilai usulan pilpres dikembalikan ke MPR berpotensi mengulang seperti zaman Orde Baru.
"Wacana itu silakan saja diproporsionalkan pada proporsi yang sebenarnya, jangan direduksi tapi juga jangan dilebihkan. Kalau kita betul-betul reformis dan tak ingin kembali ke era Orba laksanakan ketentuan pasal-pasal UUD yang ada hasil reformasi. Kalau kita maunya reformis nggak mau kembali ke Orde Baru tapi cara berpikirnya Orde Baru yang otoriter dan tidak merujuk pada UUD ya kontradiksi," ucap HNW.
Halaman 2 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini