AS dan Inggris Kecam Kekerasan dalam Unjuk Rasa di Hong Kong

AS dan Inggris Kecam Kekerasan dalam Unjuk Rasa di Hong Kong

Novi Christiastuti - detikNews
Selasa, 12 Nov 2019 16:08 WIB
Polisi Hong Kong siaga di dekat area permukiman usai terlibat bentrokan dengan demonstran (AP Photo/Kin Cheung)
Washington DC - Amerika Serikat (AS) mengecam 'penggunaan kekuatan mematikan yang tidak dibenarkan' dalam bentrokan terbaru yang pecah di Hong Kong. Adapun otoritas Inggris menyebut kondisi terbaru di Hong Kong 'sangat mengganggu'.

Seperti dilansir Channel News Asia, Selasa (12/11/2019), pemerintahan kedua negara sama-sama mengomentari situasi terkini di Hong Kong setelah polisi menembak seorang demonstran hingga mengalami luka kritis dan seorang pria dibakar saat bertengkar dengan sejumlah demonstran antipemerintah.

"Polisi dan warga sipil di Hong Kong sama-sama memiliki tanggung jawab untuk meredakan eskalasi dan menghindari konfrontasi dengan kekerasan," ucap seorang pejabat senior pemerintahan Presiden AS Donald Trump yang enggan disebut namanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Dalam pernyataan terpisah, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Morgan Ortagus, mendorong pemerintah pusat China untuk menghormati komitmen-komitmennya'. "Bahwa Hong Kong akan 'menikmati otonomi level tinggi' dan bahwa warga Hong Kong akan menikmati hak asasi manusia, kebebasan berekspresi dan berkumpul secara damai," kata Ortagus.

Disebutkan Ortagus bahwa AS mengamati situasi di Hong Kong dengan 'keprihatinan serius' dan mengecam setiap kekerasan yang dilakukan berbagai pihak.

"Amerika Serikat mendorong pemerintahan Hong Kong untuk membangun dialog dengan publik Hong Kong dan memulai upaya-upaya untuk menangani kekhawatiran yang menggerakkan aksi protes. Kami juga mendorong para demonstran untuk merespons upaya-upaya memulai dialog," ucapnya.

Juru bicara Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris dalam pernyataan terpisah menyebut situasi terkini di Hong Kong 'sangat mengganggu'.

"Kami sangat prihatin dengan kekerasan yang terus berlanjut, dan eskalasi antara demonstran dan polisi," ujar juru bicara yang tidak disebut namanya ini.

Hong Kong yang merupakan bekas koloni Inggris ini diserahkan kembali ke China tahun 1997 lalu. Kota yang berstatus semi-otonomi ini dilanda gelombang unjuk rasa anti-pemerintah besar-besaran sejak lima bulan terakhir.


Sebelumnya, kantor Perdana Menteri (PM) Boris Johnson atau Downing Street mendorong agar 'semua pihak tetap tenang dan menahan diri'. Downing Street juga menyebut bahwa PM Johnson mendukung hak-hak untuk melakukan aksi protes secara damai.

"Dialog politik merupakan satu-satunya cara maju ke depan dan kami ingin melihat otoritas Hong Kong menyetujui sebuah cara untuk menyelesaikan situasi ini," imbuh pernyataan Downing Street.

Para demonstran Hong Kong pada Senin (11/11) waktu setempat, merespons penembakan terhadap demonstran dengan menyerang stasiun kereta bawah tanah, memblokir ruas jalanan setempat dan merusak pertokoan.

Unjuk rasa besar-besaran di Hong Kong yang awalnya menentang rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang mengatur ekstradisi tersangka kriminal ke daratan China, kini meluas menjadi gerakan antipemerintah yang menuntut reformasi.

Pencabutan RUU ekstradisi tidak mampu menghentikan unjuk rasa. Para demonstran masih menuntut diakhirinya hal yang mereka pandang sebagai upaya campur tangan China dalam urusan internal Hong Kong, juga menuntut hak pilih universal dan penyelidikan independen terhadap dugaan kebrutalan polisi terhadap demonstran.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads