Seperti dilansir AFP, Senin (14/10/2019), pembentukan tim khusus ini diumumkan Perdana Menteri (PM) Selandia Baru, Jacinda Ardern, awal pekan ini. Diketahui bahwa PM Ardern memimpin upaya global dalam memaksa perusahaan-perusahaan teknologi untuk menindak tegas material-material ekstremis sejak penembakan brutal menewaskan 51 jemaah di dua masjid pada Maret lalu, yang sebagian besar disiarkan langsung via layanan live-streaming Facebook.
Disebutkan PM Ardern bahwa penembakan brutal itu juga menunjukkan pemerintahannya perlu meningkatkan sumber daya untuk membatasi penyebaran konten bernada kebencian via online.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tim ini akan bekerja dengan cara yang mirip saat kita menargetkan material eksploitasi seksual anak, dengan bekerja sama dengan host konten online dalam mencari dan menghapus konten berbahaya," imbuhnya.
Lebih lanjut, PM Ardern menyebut bahwa Departemen Urusan Dalam Negeri akan 17 spesialis dalam urusan penyelidikan, forensik dan intelijen untuk fokus pada konten online yang bermuatan pandangan ekstremis sarat kekerasan.
Dalam waktu 24 jam setelah penembakan dua masjid di Christchurch pada Maret lalu, yang dilakukan oleh seorang pria yang mengklaim dirinya pendukung supremasi kulit putih, pihak Facebook menghapus 1,5 juta postingan video penembakan brutal itu.
Menteri Dalam Negeri Selandia Baru, Tracey Martin, dalam pernyataan terpisah menyerukan agar respons otoritas terkait perlu ditingkatkan agar material-material tidak menyenangkan bisa dihapus dengan lebih cepat, sehingga tidak memberikan platform atau panggung kepada para ekstremis.
"Kemudahan dan kecepatan penyebaran (video) serangan teroris 15 Maret via online menunjukkan kita perlu meningkatkan sistem kita untuk memberikan tanggapan dengan cepat," sebut Martin dalam pernyataannya.
PM Ardern menyebut langkah terbaru ini melengkapi dorongan dalam memaksa perusahaan teknologi global untuk lebih bertanggung jawab atas munculnya konten ekstremisme online dan lebih responsif pada permintaan untuk menghapus konten semacam itu, yang disebutnya sebagai 'Christchurch Call'. Perusahaan-perusahaan seperti Facebook, Amazon, Google, Twitter dan Microsoft telah menandatangani inisiatif tersebut.
Selain langkah tersebut, PM Ardern juga memperketat aturan senjata api di Selandia Baru dan mengajukan pengkajian via pengadilan untuk mencari tahu apakah pihak kepolisian dan dinas intelijen melewatkan peringatan soal ancaman dari kelompok ekstremis sayap kanan.
Halaman 2 dari 2











































