Demonstran Hong Kong Dilarang Pakai Masker, Dibui 1 Tahun Jika Melanggar

Demonstran Hong Kong Dilarang Pakai Masker, Dibui 1 Tahun Jika Melanggar

Novi Christiastuti - detikNews
Jumat, 04 Okt 2019 18:00 WIB
Kebanyakan demonstran Hong Kong memakai masker untuk menutupi identitas dan melindungi diri dari gas air mata (Mohd RASFAN/AFP)
Hong Kong - Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, resmi mengumumkan larangan memakai masker wajah untuk seluruh demonstran di wilayahnya. Larangan ini akan mulai berlaku sejak Sabtu (5/10) besok.

Seperti dilansir Channel News Asia, Jumat (4/10/2019), larangan masker itu didasarkan pada undang-undang (UU) darurat era-kolonial, Emergency Ordinance Regulations (ERO), yang mengizinkan pemimpin Hong Kong membuat 'aturan apapun' dalam keadaan darurat atau bahaya publik, tanpa persetujuan parlemen.

Ini menjadi momen pertama ERO diberlakukan dalam 52 tahun terakhir di Hong Kong. Terakhir kali, ERO digunakan oleh Inggris untuk menangani kerusuhan mematikan tahun 1967 silam yang diwarnai pengeboman dan pembunuhan hingga menewaskan sedikitnya 50 orang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Banyak demonstran Hong Kong yang memakai masker untuk menyembunyikan identitas mereka. Beberapa demonstran khawatir jika kantor atau atasan mereka akan memberikan tindakan jika mengetahui mereka ikut unjuk rasa.

"Kami meyakini bahwa aturan hukum ini akan menciptakan efek jera bagi para demonstran bermasker, yang kasar dan para perusuh, dan akan membantu polisi dalam penegakan hukum," sebut Lam dalam pernyataannya.

Di bawah aturan ini, setiap warga Hong Kong dilarang memakai masker atau penutup wajah saat berkumpul di tempat umum, baik secara legal atau secara ilegal. Menurut salinan dokumen soal aturan ini, seperti dilansir Straits Times, pelanggaran terhadap larangan masker ini memiliki ancaman hukuman maksimum 1 tahun penjara atau hukuman denda hingga HK$ 25 ribu (Rp 44 juta).

Larangan masker ini memiliki pengecualian, yakni bagi orang yang memang perlu memakai masker untuk alasan keselamatan saat bekerja, alasan keagamaan atau untuk alasan medis.

Unjuk rasa di Hong Kong terus berlanjut selama nyaris empat bulan terakhir. Lam menyebut unjuk rasa semakin lama semakin diwarnai aksi kekerasan yang kini mencapai 'level sangat mengkhawatirkan'. Aksi kekerasan semacam itu, menurut Lam, membawa Hong Kong ke dalam 'situasi kacau dan penuh kepanikan'.

"Kami secara khusus khawatir dengan banyaknya pelajar yang ikut dalam unjuk rasa sarat kekerasan ini, bahkan dalam kerusuhan -- yang membahayakan keselamatan bahkan masa depan mereka," ucap Lam.


Ditambahkan Lam bahwa pemerintah Hong Kong telah mengerahkan segala cara yang ada untuk menghentikan kekerasan dalam unjuk rasa. Lam menyebut, keputusan menggunakan ERO sangatlah sulit, namun diperlukan demi kepentingan publik. "Kita sekarang berada dalam bahaya publik yang luas dan serius. Sangat penting bagi kita untuk menghentikan kekerasan dan mengembalikan ketenangan dalam masyarakat sesegera mungkin," tegasnya.

Kendati demikian, Lam menegaskan bahwa penggunaan aturan darurat ini tidak berarti pemerintah Hong Kong telah menetapkan masa darurat. "Meskipun aturan ini disebut darurat, Hong Kong tidak dalam masa darurat," ujar Lam.

Lebih lanjut, Lam menyatakan dirinya akan terus melanjutkan dialog publik untuk mencari solusi bagi 'persoalan sosial yang mengakar di Hong Kong'. (nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads