Seperti dilansir AFP dan Reuters, Kamis (19/9/2019), tiga mantan pejabat eksekutif Tokyo Electric Power Company (TEPCO) -- yang mengoperasikan pembangkit nuklir Fukushima Daiichi -- terancam 5 tahun penjara jika terbukti bersalah atas dakwaan kelalaian profesional yang memicu korban tewas dan korban luka.
Ketiganya diidentifikasi sebagai mantan Presiden TEPCO Tsunehisa Katsumata (79), lalu mantan Wakil Presiden TEPCO Sakae Muto (69) dan Ichiro Takekuro (73). Dalam persidangan yang dimulai sejak Juni 2017 lalu, ketiganya menyatakan diri tidak bersalah, namun mereka juga meminta maaf pada publik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disebutkan oleh hakim Nagafuchi bahwa ketiga pejabat TEPCO itu tidak bisa memprediksi skala tsunami yang menerjang pembangkit nuklir Fukushima hingga memicu bencana besar tahun 2011 lalu.
Pembangkit nuklir Fukushima yang berjarak 220 kilometer sebelah timur laut Tokyo, diguncang gempa bumi Magnitudo 9 yang memicu tsunami dahsyat pada Maret 2011 lalu. Gempa dan tsunami membuat tiga reaktor nuklir Fukushima meleleh. Akibatnya, Jepang terpaksa mematikan keseluruhan reaktor nuklirnya.
Lebih dari 160 ribu orang yang tinggal di dekat pembangkit nuklir Fukushima harus dievakuasi ke lokasi yang aman, setelah ancaman radiasi nuklir mencemari air, makanan dan udara. Area-area di sekitar pembangkit nuklir Fukushima juga terancam tidak bisa ditinggali lagi, mungkin untuk selamanya.
Tidak ada satu pun korban tewas akibat melelehnya reaktor nuklir Fukushima. Namun akibat gempa dan tsunami itu, nyaris 18.500 orang tewas atau hilang.
Ketiga pejabat eksekutif TEPCO itu diadili terkait kematian lebih dari 40 pasien yang dirawat di rumah sakit setelah dievakuasi dari area bencana nuklir Mereka menjadi satu-satunya pihak yang menghadapi persidangan terkait bencana nuklir, yang disebut sebagai yang terburuk sejak bencana nuklir Chernobyl.
Jaksa Jepang sempat dua kali menolak untuk memproses dakwaan terhadap para pejabat eksekutif TEPCO, dengan alasan kurang bukti dan kecilnya kemungkinan ketiga pejabat itu dinyatakan bersalah. Namun panel pengkaji yang terdiri atas warga sipil memutuskan tahun 2015 bahwa para pejabat TEPCO harus diadili, sehingga jaksa pun meneruskan dakwaan tersebut.
Dalam argumennya, jaksa menyebut ketiga pejabat eksekutif TEPCO mengetahui risiko bahwa pembangkit nuklir itu bisa diterjang tsunami di area tersebut. Ketiga pejabat itu didakwa lalai karena gagal mengambil langkah keselamatan yang lebih baik.
Namun pihak pengacara menyatakan informasi yang dimiliki ketiga pejabat itu sebelum bencana terjadi, tidak bisa diandalkan. Pihak pengacara juga berargumen bahwa langkah-langkah yang layak telah diambil oleh pihak TEPCO.
Publik Jepang Marah Atas Putusan Pengadilan
Putusan pengadilan Jepang ini tampaknya akan dibawa ke pengadilan banding. Saat putusan dibacakan, puluhan orang menggelar unjuk rasa di luar gedung pengadilan, termasuk beberapa orang yang datang langsung dari Fukushima. Atas putusan tersebut, mereka menyampaikan kemarahan dan kekecewaan.
"Ini jelas putusan yang tidak adil. Kami tidak bisa menerima ini," teriak seorang wanita di luar gedung pengadilan, dengan nada marah.
"Kami akan mengajukan banding dan melanjutkan perjuangan kami," timpal seorang pria yang ada di dekatnya.
"Ini sangat, sangat membuat frustrasi," ucap seorang warga bernama Ayako Oga, yang mengungsi ke Niigata setelah dievakuasi dari Fukushima.
"Kami tidak memahaminya. Selama 8,5 tahun ini, begitu banyak orang dipaksa meninggalkan rumah mereka... dan mereka tetap tidak punya tempat tinggal dan tidak mampu memutuskan untuk tinggal di mana. Bagaimana perasaan Anda jika rumah Anda, sekarang, direnggut dari Anda?" ujar seorang nenek yang ikut dalam unjuk rasa tersebut.
Selain kasus kriminal ini, puluhan gugatan hukum telah diajukan terhadap pemerintah Jepang dan pihak TEPCO. Beberapa distrik mengabulkan gugatan tersebut, dengan memerintahkan TEPCO dan pemerintah Jepang membayarkan ganti rugi kepada para korban bencana nuklir.
Halaman 2 dari 3