Seperti dilansir Reuters, Jumat (6/9/2019), Mugabe yang lahir pada 21 Februari 1924 ini terdidik sebagai seorang pastor Jesuit dan bekerja sebagai guru sekolah dasar sebelum mengenyam pendidikan di University of Fort Hare di Afrika Selatan. Di kampus itu, Mugabe mengembangkan paham nasionalisme Afrika.
Kembali ke Rhodesia -- sebutan wilayah Zimbabwe sebelumnya -- tahun 1960, Mugabe memasuki dunia politik. Namun empat tahun kemudian, dia dijebloskan ke penjara selama satu dekade karena menentang kepemimpinan kulit putih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat anak laki-lakinya yang masih bayi meninggal karena malaria di Ghana tahun 1966, Mugabe yang masih dibui dilarang menghadiri pemakaman. Keputusan oleh pemerintahan kulit putih itu menurut para sejarawan, berkontribusi pada kepahitan yang dipendam Mugabe dalam hidupnya.
Setelah dibebaskan, Mugabe naik ke jajaran top Tentara Pembebasan Nasional Afrika Zimbabwe. Dia dijuluki sebagai 'gerilyawan pria pemikir' karena menyandang tujuh gelar sarjana, dengan tiga gelar di antaranya diraih di balik jeruji besi. Selanjutnya, saat dia menghancurkan musuh-musuh politiknya, Mugabe membanggakan 'gelar' lain yakni 'sarjana dalam kekerasan'.
Awalnya Memajukan Perekonomian Zimbabwe
Setelah perang berakhir tahun 1980, Mugabe terpilih menjadi Perdana Menteri (PM) kulit hitam pertama di Zimbabwe. "Anda telah mendapat warisan sebuah perhiasan di Afrika. Jangan menodainya," ucap mantan Presiden Tanzania, mendiang Julius Nyerere, saat perayaan kemerdekaan di Harare bertahun-tahun lalu.
Pada awalnya, Mugabe menawarkan pengampunan dan rekonsiliasi bagi musuh-musuh asing dan domestik. Tahun-tahun awal menjabat, Mugabe memimpin perekonomian yang berkembang di Zimbabwe, dia mengucurkan dana untuk pembangunan jalan dan bendungan. Dia juga memperluas pembangunan sekolah untuk warga kulit hitam sebagai bagian dari upaya menghapuskan diskriminasi ras pada era kolonial kulit putih.
Beberapa tahun kemudian, Mugabe mulai menekan para penantangnya. Saat menghadapi pemberontakan di Provinsi Matabeleland pada pertengahan tahun 1980-an, Mugabe mengerahkan unit militer yang terlatih di Korea Utara. Pengerahan itu memicu kemarahan internasional karena laporan adanya kekejaman terhadap warga sipil.
Kelompok-kelompok HAM menyebut 20 ribu orang tewas, dengan kebanyakan dari kalangan pendukung rival politiknya saat itu, Joshua Nkomo. Temuan sejumlah kuburan massal memicu tuduhan adanya genosida.
Mugabe Mengubah Konstitusi Zimbabwe
Usai dua periode menjabat PM, Mugabe memperkuat genggamannya pada kekuasaan dengan mengubah konstitusi. Mugabe menjabat Presiden Zimbabwe tahun 1987. Istri pertama Mugabe, Sally, yang dipandang banyak orang sebagai satu-satunya sosok yang bisa mengendalikan Mugabe, meninggal tahun 1992.
Titik balik terjadi pada satu dekade terakhir Mugabe menjabat. Sosok Mugabe berubah menjadi pemimpin yang tidak terbiasa mengakomodasi kehendak rakyatnya. Dia mengalami kekalahan besar pertama dalam referendum untuk konstitusi baru.
Mugabe menyalahkan kekalahannya pada minoritas kulit putih, dengan menyebutnya sebagai 'musuh-musuh Zimbabwe'. Seruan Mugabe memicu kemarahan warga kulit hitam yang mulai menyerang lahan-lahan pertanian milik warga kulit putih. Respons Mugabe saat itu sangat keras kepala, yakni menyebut serangan itu sebagai koreksi pada ketidakadilan kolonial.
Hancurnya lahan-lahan pertanian berimbas pada perekonomian Zimbabwe, dengan jatuhnya pendapatan valuta asing untuk sektor agrikultural dan memicu hiperinflasi. Perekonomian Zimbabwe menyusut lebih dari sepertiga dari tahun 2000-2008, dengan menaikkan angka pengangguran di atas 80 persen.
Jutaan warga Zimbabwe kabur ke luar negeri, kebanyakan ke Afrika Selatan. Mengabaikan kritikan terhadapnya, Mugabe menggambarkan dirinya sebagai nasionalis radikal Afrika.
Kerahkan Kekerasan terhadap Rival Politik
Zimbabwe mencapai titik terendah tahun 2008, saat inflasi sebesar 500 miliar persen menggerakkan rakyat mendukung kandidat penantang Mugabe, Morgan Tsvangirai, yang didukung negara-negara Barat.
Saat kalah dalam pemilihan presiden putaran pertama, Mugabe mengerahkan aksi kekerasan, dengan memaksa Tsvangirai mencabut pencalonannya setelah banyak pendukungnya dibunuh oleh preman-preman dari Partai ZANU-PF yang saat itu dipimpin Mugabe. Tsavangirai akhrnya menyatakan mundur dari pencalonan dengan menyebut pemilu tak akan berlangsung bebas dan adil karena meluasnya kekerasan dan intimidasi oleh pendukung pemerintahan Mugabe.
Mugabe akhirnya dilengserkan dalam kudeta militer pada November 2017. Kudeta militer dilakukan usai Mugabe mencopot Emmerson Mnangagwa dari posisi Wakil Presiden. Pemecatan Mnangagwa disinyalir sebagai upaya terselubung untuk menjadikan istri kedua Mugabe, Grace (52), sebagai presiden baru jika Mugabe lengser karena kesehatannya yang semakin memburuk.
Namun, Mugabe masih menunjukkan kegigihan -- beberapa pihak menyebutnya keras kepala -- hingga saat-saat akhir menjabat. Dia menolak pengusirannya dari partai ZANU-PF dan bersikeras memegang jabatannya selama satu pekan hingga parlemen mulai memakzulkannya, setelah terjadi kudeta.
Pengunduran diri Mugabe tahun 2017 dirayakan secara luas di Zimbabwe yang berpenduduk 13 juta jiwa ini. Namun bagi Mugabe, hal itu disebutnya sebagai pengkhianatan yang 'inkonstitusional dan memalukan' oleh partai dan rakyatnya sendiri.
Halaman 5 dari 4
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini