Polisi Hong Kong Larang Unjuk Rasa karena Alasan Keamanan

Polisi Hong Kong Larang Unjuk Rasa karena Alasan Keamanan

Novi Christiastuti - detikNews
Kamis, 29 Agu 2019 17:30 WIB
Ilustrasi -- Unjuk rasa di Hong Kong rata-rata berlangsung damai, namun disusupi pihak-pihak yang anarkis dan radikal (AFP)
Hong Kong - Kepolisian Hong Kong melarang unjuk rasa yang rencananya akan digelar pada Sabtu (31/8) mendatang. Larangan yang tergolong langka ini didasari atas kekhawatiran akan keamanan dan keselamatan publik Hong Kong.

Seperti dilansir AFP, Kamis (29/8/2019), larangan ini diumumkan setelah unjuk rasa yang digelar pekan lalu di Hong Kong berujung bentrokan yang disebut sebagai yang terparah dalam rentetan unjuk rasa selama tiga bulan terakhir. Dalam surat kepada Civil Human Rights Front (CHRF), Kepolisian Hong Kong menyatakan kekhawatiran bahwa beberapa demonstran akan kembali melakukan 'aksi sarat kekerasan dan destruktif'.

"Mereka (beberapa demonstran) tidak hanya melakukan aksi pembakaran dan pemblokiran jalan dalam skala besar, tapi juga menggunakan bom molotov, bola besi, batu bata, tongkat panjang, tongkat besi juga berbagai macam senjata rakitan sendiri untuk menghancurkan properti publik dalam sekala besar, merusak ketertiban sosial dan membuat orang lain terluka," demikian sebut Kepolisian Hong Kong dalam suratnya merujuk pada bentrokan sebelumnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Langkah yang tergolong langka ini diambil setelah Kepolisian Hong Kong mengerahkan meriam air dan melepas tembakan peringatan untuk mengusir demonstran radikal pada Minggu (25/8) malam waktu setempat.


Diketahui bahwa unjuk rasa yang berawal sebagai aksi protes menentang rancangan undang-undang (RUU) yang mengatur ekstradisi ke China daratan, kini meluas menjadi seruan reformasi demokrasi di Hong Kong yang merupakan Wilayah Administrasi Khusus ini. Aksi protes yang digelar di Hong Kong pada dasarnya berlangsung damai, namun seringkali disusupi demonstran anarkis dan radikal yang kerap memancing bentrokan dengan polisi.

Unjuk rasa terbaru direncanakan akan digelar pada Sabtu (31/8) mendatang, yang bertepatan dengan peringatan 5 tahun sejak otoritas China daratan menolak reformasi politik di Hong Kong. Penolakan itu memicu gerakan yang dikenal sebagai Umbrella Movement yang berlangsung 79 hari nonstop di Hong Kong.

Menanggapi larangan Kepolisian Hong Kong itu, pihak CHRF -- yang bertanggung jawab atas sebagian besar unjuk rasa di Hong Kong dalam beberapa dekade terakhir -- menyatakan akan mengajukan banding.

"Anda bisa melihat bahwa tindakan polisi semakin meningkat, dan Anda bisa melihat (pemimpin Hong Kong) Carrie Lam pada faktanya tidak berniat untuk membiarkan Hong Kong kembali damai, tapi berupaya menghasut kemarahan lebih banyak warga melalui langkah-langkah keras," cetus pemimpin CHRF, Jimmy Sham, kepada wartawan setempat.


Sebelumnya, para demonstran anti-pemerintah telah diimbau untuk berkumpul di pusat kota dan kemudian melakukan long march ke Liaison Office -- kantor perwakilan pemerintah China daratan di Hong Kong. Aktivitas semacam ini, yang membutuhkan izin dari otoritas Hong Kong, telah dilarang sepenuhnya.

Terakhir kalinya, CHRF menggelar aksi pada 17 Agustus lalu yang diikuti oleh ratusan ribu orang yang turun ke jalanan dan menggelar protes secara damai. Saat itu, para demonstran meninggalkan lokasi aksi tanpa bentrokan sedikitpun.



Tonton video saat Hong Kong Kembali Tensi Tinggi:

[Gambas:Video 20detik]

(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads