Dilansir dari Reuters, Selasa (25/6/2019) Inggris juga meminta pemerintah Hong Kong melangsungkan penyelidikan terhadap demo kekerasan yang terjadi. Dalam demo menentang RUU ini, polisi Hong Kong menembakkan peluru karet dan gas air mata kepada demonstran.
"Apa yang terjadi di Hong Kong adalah, saya pikir bagi kita semua, tes lakmus tentang arah perjalanan yang ditempuh Tiongkok," ujar Menteri Luar Negeri Inggris, Jeremy Hunt.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hunt menyebut, pihaknya tidak akan mengeluarkan izin untuk ekspor peralatan pengendali massa. Izin ini akan dicabut hingga masalah hak asasi manusia di Hong Kong ditangani secara menyeluruh.
"Hasil investigasi itu akan menginformasikan penilaian kami terhadap aplikasi lisensi ekspor di masa mendatang kepada polisi Hong Kong," kata Hunt.
Sebelumnya, penyelenggara aksi RUU Ekstradisi mengklaim unjuk rasa ini diikuti 2 juta demonstran (17/6). Angka dari penyelenggara unjuk rasa, Civil Human Rights Front, itu tidak diverifikasi secara independen. Namun dikonfirmasikan sebagai unjuk rasa terbesar dalam sejarah Hong Kong. Pihak kepolisian memberikan angka lebih rendah, yakni hanya 338 ribu orang yang ikut unjuk rasa.
Unjuk rasa digelar oleh warga Hong Kong setelah pemimpin Hong Kong, Carrie Lam mengumumkan penangguhan pembahasan RUU ekstradisi yang akan mengizinkan ekstradisi ke China daratan. Keputusan Lam untuk menunda pembahasan RUU ekstradisi hingga waktu tak terbatas, ditambah permintaan maaf yang disampaikannya kepada publik, tidak membuat para demonstran menghentikan aksi demo mereka.
Tonton video Hong Kong Kembali Normal, Tapi Pendemo Belum Menyerah:
(dwia/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini