Malcolm Turnbull Mendadak Lengser Jadi PM Australia, Kenapa?

Malcolm Turnbull Mendadak Lengser Jadi PM Australia, Kenapa?

Novi Christiastuti - detikNews
Jumat, 24 Agu 2018 11:21 WIB
Malcolm Turnbull (REUTERS/Francois Walschaerts/File Photo)
Canberra - Malcolm Turnbull lengser dari kursi Perdana Menteri (PM) Australia setelah nyaris tiga tahun menjabat. Dia harus lengser usai kehilangan dukungan mayoritas Partai Liberal yang menaunginya. Apa penyebabnya?

Seperti dilansir media lokal Australia, news.com.au, Jumat (24/8/2018), sosok Turnbull yang beraliran sayap kanan-tengah sebelumnya dianggap mampu memperbaiki pemerintahan Australia yang terlalu terpusat ke satu arah di bawah PM sebelumnya, Tony Abbott.

Turnbull melengserkan Abbott setelah menantangnya dalam voting kepemimpinan Partai Liberal pada September 2015 lalu. Kemenangan Turbull saat itu diwarnai harapan agar sosoknya mampu menarik dukung banyak pihak dan meningkatkan perolehan suara Partai Liberal dalam pemilu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada praktiknya, saat pemilu 2016, Turnbull gagal meraup suara dari kalangan konservatif dan hanya menang tipis secara keseluruhan. Dalam jajak pendapat, koalisi pemerintahan yang diisi Partai Liberal dan Partai Nasional cenderung berada di bawah kubu oposisi, yakni Partai Buruh Australia.


Jabatan Turnbull sebagai PM Australia berakhir pada Jumat (24/8) pagi waktu setempat setelah dia kalah dalam voting kepemimpinan Partai Liberal. Ini berarti dia kehilangan dukungan mayoritas untuk memimpin Partai Liberal yang kini berkuasa dan berarti tidak berhak menjabat sebagai PM Australia.

Sebagai penggantinya, telah terpilih Scott Morrison yang menjabat Menteri Keuangan Australia dalam kabinet Turnbull. Morrison terpilih menjadi Ketua baru Partai Liberal dan berarti akan menjabat sebagai PM Australia selanjutnya, menggantikan Turnbull.

Lantas sebenarnya apa yang membuat Turnbull kehilangan dukungan mayoritas dalam partainya sendiri? news.com.au menyebut ada sejumlah faktor yang membuat Turnbull tidak lagi didukung Partai Liberal yang menaunginya, khususnya setelah merevisi salah satu kebijakannya.

Diketahui bahwa Partai Liberal saat ini terbelah antara sayap kiri dan sayap kanan. Kelompok sayap kanan menganggap Turnbull tidak mau mendengarkan mereka dan ini berdampak pada tergerusnya dukungan pemilih konservatif untuk Partai Liberal. Dalam surat pengunduran dirinya, Menteri Pembangunan Internasional Concetta Fierravanti-Wells yang anggota Partai Liberal menyebut: "Partai ini bergerak terlalu jauh ke arah kiri."




Rasa ketidakpuasan anggota Partai Liberal semakin meningkat dalam beberapa pekan terakhir, terutama setelah Turnbull merevisi kebijakan energinya. Mantan PM Australia, Abbott, yang kini menjadi anggota parlemen menjadi sosok utama yang mengkritik Turnbull habis-habisan.

Abbott mengkritik kebijakan energi Turnbull dan rencana mengundang-undangkan target emisi. Dihujani kritikan, Turnbull mengalah dan mencabut revisinya. Namun Abbott tetap melontarkan kritik terhadap perubahan sikap Turnbull dan menyebutnya sebagai 'pertanda pemerintahan yang buruk'.

Isu pernikahan sejenis yang dilegalkan di Australia di bawah Turnbull juga menjadi kritikan. Anggota Partai Liberal menyebut hal itu menggerus dukungan konservatif. Padahal diketahui Turnbull yang pendukung pernikahan sejenis, melakukan hal yang diinginkan oleh kalangan konservatif Partai Liberal. Saat itu, Turnbull memutuskan digelarnya plebisit -- sebenarnya gagasan asli Abbott -- melalui voting via pos yang memakan banyak biaya.

Upaya-upaya Turnbull untuk menyenangkan rival-rivalnya dalam Partai Liberal tampaknya tidak cukup. Semua upaya yang dilakukannya untuk meraup dukungan mayoritas berujung gagal.



Di sisi lain, kalangan sayap tengah dan kiri yang sebelumnya mengagumi Turnbull, berbalik membencinya. Menurut mereka, pria yang awalnya mereka pikir punya pemahaman kuat saat bicara soal pentingnya fokus pada perubahan iklim, telah menghilang. Mereka merasa Turnbull telah menjual jiwanya demi kekuasaan. Oleh kalangan sayap tengah dan kiri, Turnbull dianggap terlalu tunduk pada sayap kanan. Mereka tak memahami lagi posisi-posisi yang sebenarnya dipegang oleh Turnbull.

Polling terbaru 38 Newspoll sebelum Turnbull lengser menunjukkan koalisi Partai Liberal dan Partai Nasional yang mendukung pemerintahan Turnbull, kalah dari Partai Buruh. Bahkan jika pemilu digelar hari ini, Ketua Partai Buruh Bill Shorten diprediksi akan menang dan puluhan anggota parlemen dari koalisi pemerintahan akan kehilangan kursinya.

Selama nyaris tiga tahun memimpin Australia, sebut news.com.au, Turnbull dijuluki sebagai 'Do-Nothing PM' atau tidak memiliki pencapaian signifikan. Turnbull sendiri menyebut biaya sekolah, kesetaraan pernikahan dan perlindungan perbatasan sebagai pencapaiannya.

Namun diketahui juga bahwa posisi keras Australia terhadap imigran dimulai sejak pemerintahan PM sebelumnya. Sedangkan biaya sekolah merupakan kelanjutan dari kebijakan pemerintahan era Partai Buruh, yang kini menjadi oposisi. Lalu untuk kesetaraan pernikahan, hanya sedikit kalangan LGBT di Australia yang memuji Turnbull untuk terwujudnya legalisasi pernikahan sejenis.



Turnbull juga mengklaim bahwa membebaskan pengungsi anak dari pusat-pusat penahanan sebagai pencapaian membanggakan. Namun sebenarnya, hingga kini masih ada pengungsi anak-anak ditahan di sana. Bahkan seorang bocah 12 tahun baru saja diterbangkan dari Nauru ke Australia untuk mendapat perawatan medis darurat usai mengalami perlakuan 'tidak manusiawi dan kejam' oleh penjaga perbatasan Australia.

Pada Selasa (21/8) waktu setempat, Turnbull ditantang oleh Peter Dutton yang saat itu menjabat Menteri Dalam Negeri Australia. Hal semacam ini biasa terjadi dalam pemerintahan federal Australia. Dengan seorang PM dipilih oleh partainya, bukan oleh rakyat. Seorang PM Australia tidak memiliki masa jabatan tetap, karena bisa dilengserkan oleh penantang dari dalam partainya kapan saja.

Voting kepemimpinan Partai Liberal pun digelar dan Dutton kalah tipis dari Turnbull. Dengan kemenangan itu, Turnbull seharusnya tetap menjabat PM Australia. Namun karena desakan digelarnya voting kedua terus menguat dan mendapat dukungan mayoritas Partai Liberal, voting kedua digelar. Dalam voting kedua, Turnbull kalah dari Dutton dengan perolehan 40-45.

Dutton yang menang, harus menghadapi dua calon lainnya, yakni Menteri Keuangan Scott Morrison dan Menteri Luar Negeri Julie Bishop, untuk bisa memimpin Partai Liberal sepenuhnya. Bishop tereliminasi pada babak pertama voting karena perolehan suaranya terlalu rendah. Pertarungan berlanjut antara Dutton dan Morrison, dengan hasilnya menunjukkan 45 suara mendukung Morrison dan 40 suara mendukung Dutton. Ini berarti Morrison yang terpilih menjadi Ketua Partai Liberal selanjutnya dan akan menjadi PM Australia pengganti Turnbull.

Turnbull, yang baru lengser dari kursi PM Australia dan Ketua Partai Liberal, telah menyatakan niat untuk mundur dari parlemen dan dunia politik.




Tonton juga 'Mantan Uskup Agung Ditahan Gara-gara Kasus Pelecehan Anak':

[Gambas:Video 20detik]

(nvc/nkn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads