Dilansir dari Japan Times, Jumat (6/4/2018), Gubernur Osaka pada tahun 2000 telah meminta asosiasi sumo untuk mengizinkan wanita masuk ring sumo. Wanita masuk ring sumo untuk mengantarkan piala kepada pesumo yang menang pertandingan.
Namun permintaan tersebut ditolak asosiasi sumo. Padahal, menurut Gubernur Osaka kala itu, aosiasi sumo harus memberi izin agar semakin banyak fans wanita terhadap sumo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kritikus mengatakan aturan melarang wanita berasal dari kepercayaan tradisional Shinto dan Buddha bahwa wanita itu 'najis' karena darah menstruasi mereka.
Tradisi ini menarik perhatian publik untuk pertama kalinya pada tahun 1978. Kala itu seorang gadis cilik menang dalam sebuah kejuaraan sumo anak-anak. Namun asosiasi kemudian menolak dia masuk ring.
Kepala Biro Pelayanan Pekerja yang menangani kesejahteraan anak-anak dan peremuan, Mayumi Moriyama, mengajukan protes dan menilai hal tersebut sebagai praktik diskriminasi.
Ketika Moriyama menjadi wanita pertama yang menjabat Kepala Sekretaris Kabinet di Jepang pada tahun 1990, dia meminta asosiasi sumo mengizinkan wanita masuk ring sumo untuk mengantarkan piala. Lagi-lagi asosiasi sumo menolak hal tersebut.
Namun, tak semua orang yang mengkritik tradisi tersebut menilai hal itu sebagai diskriminasi gender. Makiko Uchidate, seorang penulis dan mantan anggota dewan Asosiasi Sumo Yokozuna, berpendapat pemisahan gender adalah kebiasaan yang telah lama dipegang dan bahwa masalah harus dilihat secara terpisah dari diskriminasi gender lainnya. (rna/nvc)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini