Pengadilan di Guangzhou, ibu kota provinsi Guangdong, China selatan, menyatakan wanita tersebut bersalah atas dakwaan pembunuhan, namun memberikan keringanan hukuman dikarenakan latar belakang kasus tersebut.
"Dia layak diberi ampun meskipun dia memang melanggar hukum," kata Wan Yunfeng, hakim ketua seperti dikutip media Beijing Youth Daily dan dilansir South China Morning Post, Rabu (1/11/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Li lahir secara prematur dan mengalami cacat fisik dan mental yang parah, yang membuatnya tak bisa berjalan dan berbicara. Beberapa tahun sebelum kematiannya, kondisi pria itu terus memburuk.
Di pengadilan, Huang mengatakan bahwa dia terpaksa menghabisi nyawa putranya karena khawatir tak akan ada yang mengurusnya jika dirinya tiada. Huang menyerahkan diri ke polisi di hari yang sama dia melakukan pembunuhan itu.
"Saya tak akan pernah menyerah soal dia. Dia putra saya," ujar Huang ketika ditanya hakim apakah dia pernah berpikir membunuh Li sebelumnya. "Namun selama dua tahun terakhir, kesehatan saya terlalu buruk untuk terus mengurusnya," imbuhnya.
"Saya semakin tua dan lemah dan mungkin meninggal sebelum dia," ujar Huang. "Gagasan membunuh dia terpikir oleh saya sepekan sebelum (pembunuhan)," ujar Huang.
Di pengadilan, jaksa menanyakan mengapa Huang tidak menyerahkan Li untuk diurus kakak laki-lakinya. Namun Huang mengatakan, dirinya tak ingin membebani putranya itu dengan mengurus adiknya yang cacat.
"Ini kesalahan saya karena melahirkan dia dan membuatnya menderita. Saya lebih baik melakukan pembunuhan daripada menyerahkannya pada orang lain," ujar Huang.
Menurut kakak laki-laki Li, ibunya selama ini mengurus adiknya itu dengan sabar dan telaten. Bahkan sang ibu terpaksa berhenti dari pekerjaannya ketika Li berumur 10 tahun, agar dia bisa mengurusnya seharian penuh.
Oleh pengadilan, Huang divonis tiga tahun penjara dengan masa percobaan empat tahun. Dengan kata lain dia tidak dikirimkan ke penjara. (ita/ita)