Seperti dilansir AFP, Senin (17/7/2017), nyaris 7,2 juta warga Venezuela ikut memilih pada Minggu (16/7) waktu setempat dalam 'pemilu simbolis' untuk menentang Maduro. Pihak universitas setempat yang menjadi penjamin plebisit ini menyebut 95 persen surat suara telah dihitung.
Plebisit merupakan pemberian suara untuk permasalahan yang menjadi kepentingan dan perhatian publik. Plebisit bisa dikatakan sebagai sinonim dari referendum. Bedanya, hasil referendum 'biasanya' mengikat pemerintah, sedangkan hasil plebisit 'belum tentu' mengikat pemerintah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Garcia menekankan bahwa 6.492.381 warga memilih di Venezuela dan 693.789 warga memilih di luar negeri. Ditambahkan Garcia, hasil akhir plebisit ini akan dirilis pada Senin (17/7) waktu setempat.
"Kami tidak ingin seperti Kuba, kami tidak ingin menjadi negara tanpa kebebasan," ujar pemimpin parlemen Venezuela yang dikuasai oposisi, Julio Borges.
"Hari ini (16/7), Venezuela mengatakan 'iya' pada negara yang bermartabat, negara demokratis, negara yang orang-orangnya tidak perlu pergi karena mereka tidak memiliki masa depan. Mandat yang diberikan rakyat kepada kita sudah jelas," imbuhnya.
Plebisit ini digelar saat warga khawatir dengan niat Maduro untuk menggelar pemilu pada 30 Juli, untuk memilih 545 anggota badan rakyat yang disebut 'Dewan Konstituen' yang akan menyusun kembali Konstitusi Venezuela.
Pemerintah Venezuela menyebut plebisit yang digelar kelompok oposisi itu 'ilegal'. Kepada oposisi, Maduro meminta mereka 'tidak terlalu menggila' dengan hasil plebisit. Kepala Dewan Pemilu Nasional Venezuela memperingatkan kelompok oposisi bahwa hasil plebisit ini tidak akan memiliki konsekuensi hukum.
Warga Venezuela menyalahkan kebijakan Maduro sebagai pemicu kekurangan pangan dan kurangnya suplai obat-obatan. Bagi mereka, ikut serta dalam plebisit ini menjadi cara untuk 'memberitahu' Maduro untuk lengser dari jabatannya. Usai ikut plebisit, warga turun ke jalanan di ibu kota Caracas sambil berteriak 'pemerintahan ini jatuh'.
(nvc/ita)