Disampaikan direktur badan kepolisian Uni Eropa atau Europol, Rob Wainwright, seperti dilansir Reuters, Kamis (4/5/2017), bahwa platform online baru ini berhasil dibongkar dalam operasi melawan ekstremisme internet yang digelar selama 48 jam, pekan lalu.
"Dalam operasi itu terungkap bahwa ISIS sekarang sedang mengembangkan platform media sosial sendiri, bagian internetnya sendiri untuk menjalankan agendanya," sebut Wainwright dalam konferensi keamanan di London.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam operasi Europol yang terkoordinasi terhadap material ISIS dan Al-Qaeda, lebih dari 2 ribu akun ekstremis teridentifikasi. Akun-akun itu terdapat pada 52 platform media sosial. Operasi itu melibatkan Amerika Serikat (AS), Belgia, Yunani, Polandia dan Portugal.
Para militan seringkali bergantung pada media sosial mainstream untuk komunikasi online dan menyebarkan propaganda. Mereka juga memanfaatkan jaringan privat pada aplikasi chat Telegram yang semakin populer beberapa tahun terakhir.
Perusahaan teknologi seperti Facebook dan Google semakin menuai tekanan politik untuk menangkal material ekstremis online dan mempersulit kelompok-kelompok radikal seperti ISIS untuk berkomunikasi via layanan terenkripsi.
Namun Wainwright menyatakan, dengan ISIS berusaha menciptakan media sosial mereka sendiri, maka ini menunjukkan ISIS semakin menghadapi tekanan besar dari kalangan intelijen, polisi dan sektor teknologi dunia. Europol berusaha memanfaatkan momen ini untuk semakin menyudutkan ISIS.
"Kita tentu telah membuatnya lebih sulit bagi mereka untuk beroperasi di ruang ini, tapi kami masih melihat publikasi video-video mengerikan, komunikasi operasional skala besar di internet," ucapnya, sembari menyatakan dirinya tidak tahu apakah nantinya akan lebih sulit untuk menumbangkan platform ISIS sendiri.
(nvc/nwk)