Khaled Meshaal menyampaikan permohonan itu saat diwawancarai wartawan CNN, Nic Robertson, di Doha, Qatar. Meshaal menyebut pemerintahan Trump memiliki 'keberanian yang lebih besar' dibanding pemerintahan sebelumnya.
"Ini merupakan kesempatan bersejarah untuk menekan Israel... untuk mencari solusi yang pantas bagi rakyat Palestina. Dan ini akan menjadi kredit tersendiri bagi dunia yang beradab dan pemerintahan Amerika untuk menghentikan kegelapan yang kita derita sejak bertahun-tahun," ucap Meshaal seperti dilansir CNN, Rabu (3/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upaya AS selama ini fokus pada solusi dua negara Israel dan Palestina. Namun pada Februari lalu, saat menggelar konferensi pers dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih, Trump menyatakan AS tidak lagi mengejar solusi dua negara.
Pada Senin (1/5) waktu setempat, Hamas merilis dokumen kebijakannya yang baru. Meshaal menyebut hal ini menjadi kesempatan bagi Trump untuk memperbaiki kegagalan pemerintahan sebelumnya dalam mencapai kesepakatan atas isu Israel-Palestina.
"Ini merupakan permohonan dari saya kepada pemerintahan Trump -- pemerintahan Amerika yang baru -- untuk meloloskan diri dari pendekatan yang salah di masa lalu dan tidak mencapai hasil. Dan mungkin untuk mengambil kesempatan yang diberikan dokumen Hamas," ujarnya.
Dokumen kebijakan baru Hamas itu untuk pertama kalinya mengindikasikan kesediaan Hamas dalam menerima gagasan negara Palestina dengan perbatasan tahun 1967, sebelum Israel menduduki Tepi Barat, Gaza dan Yerusalem Timur. Perbatasan tahun 1967 itu diakui secara luas oleh dunia internasional, sebagai lokasi negara Palestina di masa depan, yang berdampingan dengan Israel. Hal itu disebut sebagai 'solusi dua negara'.
Lebih lanjut, Meshaal menyatakan Hamas telah mengadopsi posisi baru demi menciptakan 'posisi politik bersatu' dengan rivalnya, Fatah, yang menguasai Tepi Barat dan juga Otoritas Palestina. Hamas juga tengah mencari dukungan negara-negara Arab dan komunitas internasional.
Namun dalam dokumen itu, Hamas tidak mengakui Israel. "Israel tidak mengakui hak-hak rakyat Palestina. Ketika rakyat Palestina memiliki kedaulatan mereka sendiri, negara yang bebas, maka mereka bisa memilih tanpa tekanan pihak luar," tandas Meshaal kepada CNN.
(nvc/ita)