"Kami sedang mengkaji seluruh status Korea Utara, baik untuk negara sponsor terorisme juga cara-cara lain yang bisa memberikan tekanan pada rezim di Pyongyang untuk terlibat kembali dengan kami, tapi terlibat dalam posisi berbeda dibandingkan perundingan sebelumnya," tutur Menlu AS Rex Tillerson, seperti dilansir Reuters, Kamis (20/4/2017).
"Kami mengevaluasi semua opsi itu," imbuhnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden AS Donald Trump melontarkan serangkaian retorika keras terhadap pemimpin Korut Kim Jong-Un. Sedangkan Korut berulang kali melemparkan ancaman untuk menghancurkan Jepang, Korea Selatan (Korsel) dan AS. Wakil Presiden AS Mike Pence yang sedang melakukan kunjungan ke sekutu Asia, menegaskan bahwa 'era kesabaran strategis' AS terhadap Korut telah berakhir.
Menanggapi isu Korut, Ketua DPR atau House of Representatives (HOR) Paul Ryan di sela-sela kunjungannya ke London, Inggris, menyebut opsi militer harus menjadi bagian dari tekanan yang diberikan ke Korut.
"Membiarkan diktator ini memiliki kekuatan semacam itu, bukan hal yang bisa dibiarkan terjadi oleh negara beradab," sebutnya merujuk pada Kim Jong-Un. Ryan mengaku dirinya merasa berbesar hati dengan upaya bekerja sama dengan China untuk mengurangi ketegangan di Semenanjung Korea. Namun dia juga menyatakan, tidak bisa diterima jika Korut mungkin menyerang sekutu-sekutu AS dengan senjata nuklir.
Baca juga: Pentagon Akan Gelar Uji Coba Tembak Jatuh Rudal Korut
Korut pertama kali masuk dalam daftar 'State Sponsor of Terrorism' pada tahun 1987, setelah agen intelijennya mengebom pesawat maskapai Korsel hingga menewaskan 115 penumpang dan awak. Tahun 2008, AS mengeluarkan Korut dari daftar hitam itu setelah Korut sepakat menempuh langkah pembekuan fasilitas nuklir mereka.
Negara yang masuk daftar 'State Sponsor of Terrorism' akan diberi sanksi keras secara sepihak oleh AS, yang bersifat global dan merugikan.
(nvc/ita)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini