Nyaris 73 ribu warga minoritas muslim Rohingya mengungsi ke wilayah Bangladesh sejak Oktober 2016. Mereka mengungsi untuk menghindari operasi militer Myanmar yang dilaporkan sarat kekerasan. Pengakuan para pengungsi menyebut banyak terjadi praktik pembunuhan dan pemerkosaan bergiliran oleh tentara Myanmar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Utusan PBB Minta Dibentuk Komisi Penyelidikan untuk Myanmar
Dituturkan para pemimpin komunitas Rohingya kepada AFP, Kamis (9/3/2017), lebih dari 5 ribu warga Rohingya kini telah kembali ke Myanmar, meskipun mereka terancam dianiaya kembali.
"Mereka memilih untuk tewas terkena peluru, daripada dibunuh oleh alam," ucap pemimpin komunitas Rohingya, Noor Hafiz.
"Orang-orang menjadi sangat khawatir setelah mereka menyadari rencana relokasi. Kami mendengar pulau itu tenggelam saat musim penghujan. Sekarang kami hanya bisa berharap agar situasi di rumah sudah lebih baik," imbuhnya.
"Mereka bilang mereka tidak ingin mati kena banjir bandang," timpal salah satu pengungsi Rohingya, Dudu Mia, yang memimpin kamp pengungsi lainnya bernama Leda.
Baca juga: Myanmar Hentikan Operasi Militer di Rakhine yang Dihuni Rohingya
Teluk Benggala tergolong sering dilanda topan. Kelompok HAM mengecam rencana Bangladesh untuk merelokasi para pengungsi Rohingya ke Pulau Thengar Char. Meskipun dikecam, Bangladesh tetap memerintahkan dibangunnya pelabuhan, helipad dan fasilitas pengunjung di pulau seluas 2.340 hektare itu.
Bangladesh menyebut, sekitar 400 ribu warga Rohingya kini hidup di wilayahnya, dengan kondisi tidak layak di sejumlah kamp pengungsian. Patroli Perbatasan Bangladesh menyebut, jumlah warga Rohingya yang kembali ke Myanmar memang mengalami peningkatan beberapa waktu terakhir.
(nvc/ita)











































