Lebih dari 20 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh dalam waktu dua bulan terakhir. Mereka menyelamatkan diri dari operasi militer Myanmar yang sedang berlangsung di negara bagian Rakhine. Operasi militer itu bertujuan mencari penyerang pos-pos perbatasan Myanmar, namun dilaporkan sarat kekerasan.
Menurut berbagai laporan dari warga Rohingya yang berhasil kabur ke Bangladesh dan juga para aktivis HAM setempat, tentara Myanmar melakukan pembunuhan, penyiksaan dan bahkan pemerkosaan terhadap warga Rohingya di Rakhine. Otoritas dan militer Myanmar telah membantah tudingan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir AFP, Selasa (13/12/2016), seorang sumber diplomatik di Filipina mengkonfirmasi bahwa otoritas Myanmar mengundang mereka untuk menghadiri rapat darurat ASEAN membahas 'isu Rohingya'. Namun sumber itu menolak untuk menjelaskan lebih lanjut soal rapat darurat itu.
Secara terpisah, dilaporkan media lokal Jepang, Nikkei, bahwa rapat darurat itu akan digelar di Yangon pada 19 Desember mendatang. Otoritas Myanmar belum bisa dimintai komentar terkait hal ini.
Krisis kemanusiaan di Rakhine memberikan tantangan terbesar untuk pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi, yang juga penerima Nobel Perdamaian. Pekan lalu, penasihat khusus PBB untuk Myanmar mengkritik cara Suu Kyi menangani konflik Rohingya ini.
"Membuat frustrasi secara lokal dan mengecewakan secara internasional," sebut penasihat khusus PBB itu.
Baca juga: Terkait Krisis Rohingya, Mantan Sekjen PBB Serukan Myanmar Patuhi Hukum
Media nasional Myanmar, Global New Light of Myanmar, melaporkan bahwa nyaris 100 orang tewas, yang terdiri atas 17 tentara dan 76 tersangka, dalam operasi militer di Rakhine. Jumlah itu termasuk enam tersangka yang tewas saat diinterogasi. Global New Light of Myanmar juga menyebut, sekitar 575 orang ditahan dalam operasi militer itu.
Namun kelompok HAM setempat menyebut jumlah korban tewas jauh lebih tinggi dari itu. Sedangkan jurnalis asing dan penyidik independen dilarang mengunjungi wilayah Rakhine oleh otoritas Myanmar, sehingga laporan itu tidak bisa diverifikasi kebenarannya.
(nvc/ita)











































