Pemilu AS memberlakukan sistem electoral college yang bisa memicu situasi langka. Untuk pilpres tahun ini, situasi langka itu pun terjadi, yakni saat presiden terpilih Trump tetap memenangi pilpres meskipun jumlah dukungan secara nasional terhadapnya jauh lebih sedikit dari rivalnya.
Baca juga: Dari Washington Hingga California, Ribuan Warga AS Gelar Demo Anti-Trump
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penghitungan CNN menunjukkan Hillary memperoleh 59.916.416 suara atau sekitar 47,7 persen. Sedangkan Trump memperoleh 59.690.923 suara atau sekitar 47,5 persen. Selisih suara keduanya secara nasional memang sangat tipis, yakni hanya sekitar 225 ribu suara atau 0,2 persen saja.
Sedangkan penghitungan Washington Post menunjukkan hasil yang sama, yakni Hillary unggul tipis dengan 59,92 juta suara atau 47,7 persen suara melawan Trump dengan 59,69 juta atau 47,5 persen suara.
Baca juga: Hillary: Saya Harap Trump Jadi Presiden yang Sukses untuk Seluruh Amerika
Seperti dilansir AFP, Kamis (10/11/2016), Trump merupakan presiden terpilih dari Partai Republik kedua yang mengalami situasi langka ini. Tahun 2000 lalu, George W Bush dari Partai Republik memenangi pilpres meskipun kalah dalam popular vote melawan Al Gore dari Partai Demokrat.
Situasi saat itu menunjukkan Bush meraup 271 electoral college melawan Gore dengan 266 electoral college. Padahal Gore jauh unggul dari Bush dalam popular vote, yakni dengan perolehan 50.999.897 suara (48,4 persen) melawan 50.456.002 suara (47,9 persen).
Dengan sistem electoral college yang mendasarkan pada suara per negara bagian, ditambah penetapan sistem winner-take-all untuk seluruh negara bagian kecuali Maine dan Nebraska yang memberlakukan sistem proporsional, Trump mengungguli Hillary dalam perolehan electoral college.
Baca juga: Emosional dan Sebut Kekalahannya Menyakitkan, Hillary: Saya Minta Maaf
Dari total 538 electoral college yang ada, penghitungan akhir CNN menunjukkan Trump meraup 290 electoral vote melawan Hillary dengan 232 electoral vote. Sebanyak 30 negara bagian condong ke Trump dan hanya 20 negara bagian plus District of Columbia yang condong ke Hillary.
Pakar ilmu politik dari Columbia University, Profesor Robert Shapiro menyatakan, kemungkinan para pengkritik sistem pemilu AS akan mendorong penghapusan sistem electoral college yang diatur oleh Konstitusi AS sejak lama.
"Mungkin akan ada tuntutan awal, tapi kemudian akan menghilang," tutur Shapiro kepada AFP, sembari menekankan bahwa menghapus electoral college berarti harus mengamandemen Konstitusi AS yang tergolong sebagai tugas luar biasa sulit.
Baca juga: Mengenal Sistem Electoral College yang Rumit dalam Pilpres AS
(nvc/ita)