Beberapa waktu lalu, Departemen Luar Negeri AS memutuskan untuk menghentikan penjualan 26 ribu pucuk senapan serbu kepada Kepolisian Filipina. Keputusan itu diambil setelah seorang senator senior AS dari Partai Demokrat Ben Cardin menyatakan akan menolak rencana penjualan itu.
"Kita tidak akan bersikeras membeli senjata api mahal dari Amerika Serikat. Kita selalu bisa mendapatkan senjata api di tempat lain. Saya memerintahkan polisi untuk membatalkannya. Kita tidak membutuhkannya," tegas Duterte menanggapi penghentian penjualan senjata oleh AS itu, seperti dilansir Reuters, Senin (7/11/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Khawatir Pelanggaran HAM, AS Hentikan Penjualan Senjata ke Filipina
Hubungan antara AS dengan Filipina, yang sebenarnya merupakan sekutu lama, menjadi tegang karena sikap keras dan komentar vulgar Duterte. Berulang kali Duterte melontarkan pernyataan keras untuk mengkritik AS, yang mengecam kebijakan memerangi kriminal dan narkoba di Filipina.
Lebih dari 2.300 orang dilaporkan tewas dalam berbagai operasi kepolisian terhadap para penjahat narkoba maupun pelaku kriminal lainnya. Operasi ini merupakan bagian dari kebijakan keras Duterte dalam memerangi narkoba dan tindak kriminal yang marak di Filipina.
Dalam pernyataannya bulan lalu, ajudan Senator Cardin menuturkan kepada Reuters bahwa penghentian penjualan senjata itu didasarkan kekhawatiran soal pelanggaran HAM di Filipina.
Duterte sendiri, pekan lalu, meluapkan kekesalan pada AS atas penghentian itu. Duterte menyebut dalang di balik keputusan itu dengan sebutan 'bodoh' dan 'monyet'. Duterte juga menyatakan indikasi bahwa Filipina akan beralih ke Rusia dan China untuk mendapatkan suplai persenjataan.
Baca juga: AS Setop Penjualan 26 Ribu Senapan ke Filipina, Duterte Memaki 'Monyet'
(nvc/ita)











































