Dilansir Reuters, Selasa (1/11/2016), penghentian ini dilakukan karena kekhawatiran AS tentang pelanggaran HAM di Filipina. Hal itu seperti diungkapkan oleh Senator Ben Cardin, Senat Komite Hubungan Luar Negeri AS.
"Amerika Serikat enggan untuk menyediakan senjata karena khawatir soal pelanggaran HAM yang terjadi di Filipina," kata Ben Cardin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih dari 2.300 orang telah tewas dalam operasi kepolisian sehubungan kampanye anti narkoba. Hal itu dilakukan sejak Duterte menjadi presiden pada 30 Juni lalu.
Kementerian Luar Negeri AS menginformasikan kepada kongres mengenai penjualan senjata internasional. Kemudian hal itu ditentang oleh Cardin untuk penjualan 26.000-27.000 senapan serbu.
Menanggapi hal ini Kementerian Luar Negeri AS enggan memberi komentar. Sebelumnya, Presiden Filipina Rodrigo Duterte menginginkan pasukan Amerika Serikat keluar dari negaranya dalam waktu dua tahun.
Duterte pun bersedia mencabut pakta pertahanan dengan sekutu lamanya itu, jika diperlukan. Pernyataan itu dilontarkan Duterte dalam kunjungan kenegaraan ke Jepang.
"Saya ingin, mungkin dalam dua tahun mendatang, negara saya bebas dari keberadaan pasukan militer asing," kata Duterte yang jelas mengacu ke pasukan AS.
"Saya ingin mereka keluar dan jika saya harus merivisi atau membatalkan kesepakatan-kesepakatan, kesepakatan pemerintah, saya bersedia," imbuhnya dalam sebuah forum ekonomi di Tokyo seperti dilansir kantor berita AFP, Kamis (27/10/2016). (yds/dnu)











































