"Saya pikir dia tidak mampu memberikan arahan seperti itu. Komisi HAM sudah menyelidiki tudingan ini sejak lama, ketika presiden masih menjabat wali kota dan tidak ada dakwaan yang dijeratkan, mereka tidak melihat ada bukti langsung," terang Sekretaris Komunikasi Kepresidenan, Martin Andanar, seperti dilansir CNN Philippines, Kamis (15/9/2016).
Edgar Matobato yang disebut sebagai mantan anggota DDS, membeberkan tugasnya menghabisi pelaku kriminal dan musuh-musuh Duterte saat masih menjabat Wali Kota Davao. Selama 25 tahun, dari 1988-2003, Matobato mengaku telah membunuh 1.000 orang bersama timnya, atas perintah Duterte.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Andanar menyatakan, pihaknya ingin persidangan Senat selesai terlebih dahulu sebelum memberikan tanggapan lebih menyeluruh soal tudingan terhadap Duterte. Secara terpisah, juru bicara resmi kepresidenan Filipina, Ernesto Abella, menyebut tudingan itu perlu diselidiki secara mendalam.
"Testimoni apapun, keterangan apapun yang disampaikan dalam forum itu (komisi Senat), kita harus melakukan penyelidikan yang tepat terhadapnya," tegasnya seperti dilansir AFP.
Seperti dilaporkan media lokal Filipina, seperti GMA News Online dan Inquirer.net, Matobato menyebut dirinya awalnya bergabung dengan Unit Pasukan Bersenjata Sipil Geografis (CAFGU), sebelum akhirnya Duterte menjabat Wali Kota Davao tahun 1988. Matobato mengaku dirinya direkrut Duterte dalam kelompok yang saat itu bernama 'Lambada Boys', yang memiliki tujuh anggota termasuk dirinya.
Baca juga: Eks Death Squad Akui Bunuh 1.000 Orang Selama 25 Tahun Atas Perintah Duterte
Kelompok itu kemudian berubah nama menjadi DDS, yang diyakini bertanggung jawab atas sejumlah besar pembunuhan di luar hukum di Kota Davao. Di hadapan publik, Matobato saat itu menjadi 'pegawai semu' di kantor Balai Kota Davao selama lebih dari 20 tahun, sebagai bagian dari Unit Keamanan Sipil, yang tugasnya membunuh pelaku kriminal.
Tahun 1993, sebut Matobato, DDS memiliki lebih banyak anggota dengan bergabungnya para polisi dan mantan pemberontak. Sebagai anggota DDS, Matobato dan timnya banyak melakukan pembunuhan secara diam-diam terhadap para pelaku kriminal juga musuh-musuh personal Duterte. Dalam keterangannya, Matobato menyatakan timnya hanya menerima perintah dari Duterte.
"Saya tidak membunuh siapapun kecuali diperintahkan oleh Charlie Mike," tuturnya, merujuk pada kode panggilan CM untuk Duterte yang saat itu menjabat Wali Kota Davao atau 'City Mayor'.
Baca juga: Putra Duterte yang Wawalkot Davao Perintahkan Bunuh Jutawan karena Perempuan
Matobato menyerahkan diri pada tahun 2009 dan masuk program perlindungan saksi. Saat Duterte memenangi pilpres Mei lalu, dia hidup dalam persembunyian karena takut. Namun entah bagaimana, Matobato bersedia hadir memberikan keterangan di hadapan Senat tanpa menutup wajahnya.
Adalah Senator Leila de Lima, yang menjabat Ketua Komisi HAM Senat Filipina yang juga Mantan Menteri Kehakiman, yang menghadirkan Matobato. Dia diambil sumpahnya terlebih dahulu sebelum memberikan keterangan. Dalam pernyataannya, De Lima mengungkapkan bahwa Komisi HAM telah menggali sejumlah kuburan korban kekejaman DDS dan menemukan sejumlah kerangka manusia tanpa identitas di bekas area tambang di Davao.
Temuan Komisi HAM Senat ini, menurut De Lima, akan diserahkan kepada Ombudsman Filipina. Duterte sendiri kebal dari hukum saat menjabat Presiden Filipina dan hanya bisa dilengserkan melalui pemakzulan.
(nvc/nwk)











































