Hadir dalam rapat dengar pendapat Komisi Hukum dan HAM pada Senat Filipina, Matobato sama sekali tidak menutup wajahnya. Setelah menyerahkan diri tahun 2009, Matobato masuk program perlindungan saksi. Namun ketika Duterte memenangi pilpres pada Mei lalu, dia hidup dalam persembunyian karena takut.
Entah bagaimana, Matobato bersedia hadir memberikan keterangan di hadapan Senat soal praktik pembunuhan di luar hukum yang selama ini disebut-sebut dilakukan Duterte selama memimpin Davao. Ketua Komisi Hukum dan HAM pada Senat Filipina, Leila de Lima, yang juga mantan Menteri Kehakiman Filipina memang bertekad membongkar 'kekejian' Duterte.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam keterangannya, seperti dilansir AFP, Kamis (15/9/2016), Matobato terang-terangan membeberkan cara kerja dirinya dan timnya. Menurut Matobato, dirinya membunuh dengan mencekik, membakar, memutilasi dan mengubur korbannya di area bekas tambang milik pejabat kepolisian yang juga anggota DDS.
Beberapa jasad korban lainnya ada yang dibuang ke laut agar dimakan ikan. Sedangkan salah satu korban, sebut Matobato, tewas setelah diumpankan hidup-hidup ke buaya. Satu tim DDS, menurut Matobato, juga terdiri atas sekelompok polisi dan mantan pemberontak komunis.
"Tugas kami adalah membunuh pelaku kriminal, pemerkosa, pengedar narkoba, dan penjambret. Itu yang kami lakukan. Kami membunuh orang hampir setiap hari," terang Matobato, yang diambil sumpah sebelum memberi keterangan.
Baca juga: Putra Duterte yang Wawalkot Davao Perintahkan Bunuh Jutawan karena Perempuan
Matobato menuturkan, timnya membunuh kebanyakan tersangka kejahatan dan juga musuh-musuh pribadi keluarga Duterte antar tahun 1988 hingga 2003. Kebanyakan korban yang akan dibunuh, diculik terlebih dahulu oleh anggota DDS yang memperkenalkan diri sebagai polisi. Para korban, menurut Matobato, kemudian dibawa ke bekas lokasi tambang setempat dan dibunuh kemudian dikubur.
"Polisi memberitahu kami bahwa pembunuhan biasa tidak akan mempan. Mereka sadis. Kemudian kami melepas pakaian korban, membakar jasadnya dan memutilasinya," tuturnya. Di hadapan Senat Filipina, Matobato mengaku dirinya secara personal telah membunuh sekitar 50 orang.
Ditambahkan Matobato, korban-korban lainnya dibedah dan diambil organ dalamnya kemudian dibuang ke laut agar dimakan ikan. Beberapa jasad korban ditinggalkan begitu saja di jalanan kota Davao, namun di tangan jasad-jasad itu disematkan pistol.
Baca juga: Duterte Bersumpah Akan Makan Hidup-hidup Militan Abu Sayyaf!
Salah satu korban merupakan pria warga negara asing yang diduga teroris internasional, sedangkan satu korban lainnya merupakan kekasih saudara perempuan Duterte. Seorang penyiar lokal di Davao bernama Jun Pala, yang kerap mengkritik Duterte, juga menjadi korban. Empat pengawal rival Duterte dan dua musuh putra Duterte, Paolo yang kini menjadi Wali Kota Davao, juga dibunuh atas perintah Duterte.
Matobato menyatakan, tim pembunuh bayaran menerima perintah langsung dari Duterte atau dari pejabat kepolisian Duterte yang masih aktif, yang ditugaskan di kantor Wali Kota Davao saat itu. Saat ditanya mengapa dirinya meninggalkan DDS, Matobato menjawab: "Saya tergerak hati nurani saya."
(nvc/nwk)











































