Beberapa universitas di Australia bahkan menutup program Bahasa Indonesia karena sepi peminat. Namun, di Monash University di Melbourne, program Indonesian Studies masih eksis sampai hari ini.
detikcom dan 2 media lain yang difasilitasi Australia Plus ABC International mendatangi Monash University untuk melihat pembelajaran Bahasa Indonesia. Dosen yang mengajar kajian Indonesia, Yacinta Kurniasih mengakui jumlah mahasiswa peminat program Bahasa Indonesia mengalami penurunan beberapa tahun belakangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Banyak faktor yang membuat minat belajar Bahasa Indonesia di Australia terus mengalami penurunan. Salah satunya, generasi tua Australia yang merasa tidak butuh untuk belajar Bahasa Indonesia.
Yacinta menjelaskan, ada rasa kebanggaan para warga Australia akan bahasa Inggrisnya. Toh mereka tetap bisa berkomunikasi lancar dengan orang Indonesia meskipun menggunakan Bahasa Inggris. Sebagian besar masyarakat Indonesia memang kini telah menguasai Bahasa Inggris dengan baik.
"Saya pikir ada satu masalah besar, ada semacam mentalitas monolingual Inggris yang dimiliki oleh para pemimpin dan masyarakat umum di Australia. Tidak ada penguatan atau pengayaan pembelajaran Bahasa Indonesia di Australia," ujar Yacinta.
Beberapa universitas di Australia, diakui Yacinta memang menutup program pengajaran Bahasa Indonesia. Namun, untuk di negara bagian Victoria, tidak ada universitas yang menutup program Bahasa Indonesia.
Tiga universitas besar di Victoria, yakni Melbourne University, Monash Univesrsity dan Deakin University, tetap mengajarkan Bahasa Indonesia. Meskipun jumlah mahasiswa yang mengambil program Indonesian Studies sedikit, namun beberapa universitas, termasuk Monash menegaskan tidak akan pernah menutup program kajian Indonesia.
![]() |
Di Monash, saat ini total ada 84 mahasiswa yang mengambil program kajian Indonesia. Semua mahasiswa merupakan generasi muda Australia.
"Program kajian China dan Jepang mahasiswanya sampai ratusan dan ribuan, namun hampir semua mahasiswa berasal dari negara asalnya. Tidak seperti kita yang semua mahasiswanya adalah warga Australia," tutur Yacinta.
![]() |
"Kita memang mendengar banyak berita negatif ya, di beberapa universitas program Bahasa Indonesia ditutup, saya tidak bisa menyerah, saya akan ngeyel, karena Monash meskipun jumlahnya kecil namun komitmennya besar," tegas Yacinta yang merupakan alumni Universitas Negeri Yogyakarta itu.
Salah satu akademisi yang mengungkapkan akan penurunan minat belajar bahasa Indonesia itu adalah Profesor Tim Lindsey, seorang guru besar pakar hukum Indonesia dari Universitas Melbourne. Dikutip dari ABC Australia edisi 19 Mei 2016 lalu, Prof Lindsey mengatakan murid kelas 12 yang belajar bahasa Indonesia sekarang lebih sedikit dibanding 40 tahun lalu, sekitar tahun 1970-an.
![]() |
Fenomena penurunan minat bahasa Indonesia ini, menurut Lindsey, ironi dengan kondisi Indonesia pasca reformasi di mana Indonesia lebih terbuka setelah Presiden Soeharto jatuh. Pendapat Lindsey memperkuat alasan yang dikemukakan Yacinta bahwa penyebabnya penurunan minat belajar bahasa Indonesia itu adalah naik-turun hubungan Indonesia-Australia. Tim mengemukakan alasan 10 tahun travel warning yang dikeluarkan Australia bagi warganya untuk bepergian ke Indonesia membuat sekolah-sekolah di Australia jadi jarang mengirimkan siswanya ke Indonesia.
Dia juga mengemukakan jika pengurangan minat ini berlanjut, bahasa Indonesia tak lagi menjadi pilihan studi kampus-kampus Australia dalam 1 dekade mendatang. Jumlah sekolah yang mengajarkan bahasa Indonesia, imbuhnya, merosot drastis 15 tahun terakhir dan akan diikuti oleh universitas-universitas.
Baca terus fokus "Jelajah Australia 2016" dan ikuti Hidden Quiz-nya! (nwk/nwk)