"Anggapan bahwa Turki, negara yang mengupayakan keanggotaan Uni Eropa, tidak akan menghormati hukum adalah tak masuk akal," ujar seorang pejabat senior Turki seperti dilansir kantor berita AFP, Senin (25/7/2016).
"Kami dengan tegas membantah tuduhan-tuduhan itu dan mendorong kelompok-kelompok advokasi untuk memberikan keterangan tidak bias dari langkah-langkah hukum yang diambil terhadap orang-orang yang membunuh hampir 250 warga sipil dengan kejam," imbuh pejabat yang tidak disebutkan namanya itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Diimbuhkan Amnesty, para tahanan juga diancam dan diserang secara verbal di pusat-pusat penahanan.
Laporan yang dirilis pada Minggu, 24 Juli waktu setempat itu didasarkan pada wawancara yang dilakukan dengan para pengacara, dokter dan satu orang yang bertugas di sebuah fasilitas penahanan.
Kepada Amnesty, dua pengacara yang membela tahanan-tahanan di Ankara mengatakan, bahwa mereka menyaksikan "perwira-perwira militer senior disodomi dengan tongkat polisi oleh polisi-polisi di tahanan."
Operasi penangkapan besar-besaran dilakukan otoritas Turki menyusul upaya kudeta pada 15 Juli lalu, yang menewaskan ratusan warga sipil.
Puluhan ribu tentara, polisi, hakim, jaksa, pegawai negeri dan akademisi yang diduga terkait gerakan yang dipimpin Fethullah Gulen, telah ditahan atau dipecat dan diskors dari pekerjaan mereka menyusul kudeta yang gagal tersebut.
Gulen, ulama yang bermukim di Amerika Serikat, dituduh pemerintah Turki sebagai dalang upaya kudeta. Gulen sendiri telah membantah tuduhan tersebut. Ulama ternama Turki itu bahkan menuding Presiden Recep Tayyip Erdogan mendalangi upaya kudeta itu guna memperluas kekuasaannya. (ita/ita)











































