Seperti dilansir Reuters dan AFP, Senin (18/7/2016), Kementerian Luar Negeri menyebut lebih dari 290 orang tewas dalam upaya kudeta pada Jumat (15/7) malam. Sedangkan sedikitnya 1.400 orang lainnya mengalami luka-luka.
Ketegangan masih mewarnai di wilayah Turki, dengan bentrokan sempat pecah di salah satu pangkalan udara setempat di kota Konya, antara tentara pro-pemerintah dengan tentara 'pemberontak' yang menghindari penangkapan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan di bandara kedua terbesar di Istanbul, Sabiha Gokcen, seperti dituturkan seorang pejabat Turki kepada AFP, polisi Turki melepas tembakan ke arah tentara 'pemberontak' yang kemudian menyerahkan diri.
Otoritas Turki telah memperjelas bahwa pihaknya tidak akan mengampuni siapapun yang terlihat percobaan kudeta ini. Sedikitnya 6 ribu orang, termasuk 3 ribu tentara, yang terlibat percobaan kudeta telah ditangkap.
"Kami akan terus membersihkan virus dari seluruh lembaga negara karena virus ini telah menyebar. Sayangnya, menyebar seperti kanker, virus ini telah menyelimuti negara ini," sebut Erdogan di hadapan ribuan orang yang menghadiri pemakaman korban tewas dalam percobaan kudeta.
Baca juga: Dukung Kudeta, Jenderal Turki Ditangkap di Pangkalan Udara yang Dipakai AS
Kata 'virus' itu merujuk pada kelompok yang mendalangi percobaan kudeta itu. Bagi Erdogan yang memimpin selama 13 tahun, baik sebagai Perdana Menteri maupun Presiden Turki, percobaan kudeta ini menjadi tantangan terbesarnya.
Kelompok yang menamakan diri sebagai Dewan Perdamaian Tanah Air, yang mendalangi percobaan kudeta ini menyatakan perlunya menghentikan kediktatoran presiden yang membahayakan demokrasi Turki.
Di dalam negeri dan di luar negeri, banyak kritikan diarahkan pada Erdogan yang dianggap membatasi kebebasan berbicara di Turki. Namun pada Jumat (15/7) malam, pemimpin berusia 62 tahun ini berhasil menggerakkan pendukungnya ke jalanan untuk melawan para pendukung kudeta.
(nvc/ita)