HRW yang berbasis di New York ini menyebut ISIS sengaja membuat warga Sirte menderita, dengan mengalihkan suplai makanan, obat-obatan, bahan bakar dan aliran uang tunai sejak Februari tahun lalu. Sirte memang menjadi markas kuat ISIS di Libya.
Dalam laporannya yang didasarkan pada wawancara seperti dilansir AFP, Rabu (18/5/2016), sedikitnya 49 orang di Libya tewas dengan cara keji di tangan ISIS, mulai dari dipenggal hingga ditembak mati. Mereka yang dieksekusi ISIS dituding melakukan sejumlah tindak kriminal, seperti menghujat agama, perdukunan dan menjadi mata-mata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: AS dan Dunia Barat akan Persenjatai Libya untuk Lawan ISIS
"Mereka menyebut polisi moral yang dibantu oleh para informan berpatroli di jalanan, mengancam mereka, menjatuhkan denda atau mencambuk pria-pria yang merokok, mendengarkan musik atau gagal memastikan istri dan saudara perempuan mereka mengenakan abaya (pakaian khas wanita muslim yang longgar dan menutup sekujur tubuh)," imbuh laporan HRW tersebut.
HRW menyebut, eksekusi mati 49 warga Libya itu mengikuti proses persidangan rahasia yang jauh dari peradilan standar pada umumnya. "ISIS juga menculik dan melenyapkan puluhan milisi Libya, yang banyak dikira sudah tewas," sebut laporan HRW, yang mengutip para pembelot ISIS dan otoritas setempat yang diasingkan.
Laporan HRW setebal 41 halaman itu juga menyebutkan penjarahan dan penghancuran rumah-rumah musuh oleh militan ISIS. Sedangkan toko-toko khusus pakaian model negara Barat dan juga khusus lingerie ditutup paksa oleh ISIS.
Salah satu warga setempat bernama Ahlam (30) menggambarkan kehidupan di Sirte penuh penderitaan dan ketakutan, karena banyak orang tak bersalah dibunuh oleh ISIS. "Tidak ada toko bahan makanan, rumah sakit tidak memiliki dokter maupun perawat, tidak ada obat-obatan... Ada mata-mata di setiap ruas jalan. Kebanyakan orang telah pergi, tapi kami terjebak. Kami tidak punya cukup uang untuk pergi," terangnya.
Baca juga: Obama Ungkap Kesalahan Terburuk Selama Menjabat Presiden AS
ISIS menguasai Sirte sejak setahun lalu, dengan memanfaatkan kekacauan di Libya antara milisi setempat dengan pemerintah yang berebut kekuasaan sejak lengsernya Muammar Khadafi tahun 2011.
"Pembunuhan warga sipil atau melukai serta menculik petempur oleh anggota kelompok bersenjata merupakan kejahatan perang, demikian juga dengan mengeksekusi mati orang-orang tanpa persidangan yang adil melalui pengadilan reguler. Bentuk dan skala eksekusi melanggar hukum oleh ISIS dan aksi lainnya di Libya juga merujuk pada kejahatan terhadap kemanusiaan," tandas HRW.
(nvc/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini