Dituturkan salah satu ilmuwan NASA kepada media Amerika Serikat, CNBC, Rabu (9/3/2016), gerhana matahari total di Indonesia memiliki kombinasi langka, karena terjadi di populasi padat penduduk. Ada dua jenis gerhana matahari, yakni gerhana matahari total dan gerhana matahari annular, yang berbentuk seperti cincin.
Baca juga: Demi Gerhana Matahari, Alaska Airlines Tujuan Honolulu Ditunda 25 Menit
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan saat gerhana matahari total terjadi, bayangan bulan menutup matahari dengan sempurna dan hanya menyisakan lingkaran tipis di sekitar pinggiran matahari. Pinggiran matahari itu disebut limb, sedangkan lingkaran tipis yang bersinar di sekitar bayangan gelap bulan disebut korona.
Baca juga: Gerhana Matahari Juga Terlihat dari Hawaii, Pertama Sejak Tahun 1991
Kedua jenis gerhana itu sama-sama menakjubkan untuk disaksikan. Namun hanya gerhana matahari total yang cukup gelap hingga membuat para ilmuwan lebih jelas dalam mengamati korona.
"Kami memiliki beberapa instrumen yang disebut coronagraph di bumi dan di luar angkasa yang menciptakan gerhana buatan, tapi mereka tidak sebagus yang alami. Kita tidak bisa sedekat itu dengan permukaan matahari seperti alam," sebut Wakil Direktur Ilmiah pada Divisi Ilmiah Heliophysics yang tergabung dalam Goddard Space Flight Center NASA, Alex Young kepada CNBC.
Baca juga: Hanya Australia Bagian Utara yang Bisa Saksikan Gerhana Matahari
Heliophysics merupakan studi yang mempelajari efek matahari di dalam sistem tata surya. Dijelaskan Young, bahwa gerhana matahari total mampu menunjukkan area di pinggiran matahari yang menjadi lokasi terjadinya seluruh aksi di pusat tata surya itu.
Di area itu, lanjutnya, matahari memproduksi fenomena cuaca matahari atau solar weather, seperti kilatan api matahari atau letupan massa korona. Di area itu, menurut Young, juga menjadi lokasi terbentuknya angin matahari atau solar winds.
Baca juga: Ini Penampakan Gerhana Matahari di Beberapa Negara ASEANYoung menyebut, fenomena-fenomena itu penting untuk dipahami karena bisa berdampak pada sistem tata surya lainnya termasuk bumi. Cuaca matahari dan letupan di permukaan matahari bisa berdampak pada satelit dan bahkan menciptakan radiasi berbahaya bagi astronot di luar angkasa.
"Itulah mengapa sangat penting untuk memahami mengapa hal-hal seperti ini terjadi. Dan mungkin suatu hari, kami bisa memprediksinya (cuaca matahari), sama seperti kami memprediksi cuaca di bumi," terang Young.
(nvc/nwk)








































.webp)













 
             
  
  
  
  
  
  
 