Dalam perdebatan yang berlangsung sengit tersebut, para anggota dari koalisi berkuasa dan oposisi terlibat adu mulut dan saling tunjuk. Bahkan saat sidang yang berlangsung panas itu, sejumlah anggota parlemen saling dorong. Demikian diberitakan kantor berita AFP, Kamis (17/9/2015).
Pemandangan seperti ini terbilang langka bagi parlemen Jepang yang biasanya dikenal tenang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sesuai RUU tersebut, militer Jepang yang dikenal sebagai Self-Defense Forces akan memiliki opsi untuk ikut berperang melindungi sekutu-sekutu seperti Amerika Serikat, meskipun tak ada ancaman langsung bagi negara Jepang atau rakyatnya.
RUU ini akan diajukan ke majelis tinggi parlemen setelah disetujui komisi parlemen, dan kemungkinan akan menjadi UU pekan ini. Sebelumnya majelis rendah telah meloloskan RUU ini pada Juli lalu. Koalisi Abe menguasai dua pertiga anggota majelis rendah.
Perdana Menteri Shinzo Abe berupaya keras untuk meloloskan RUU tersebut sebelum libur tiga hari pada pekan depan. RUU ini telah membuat anjloknya popularitas Abe. Sebab menurut sejumlah polling, kebanyakan warga Jepang menentang RUU tersebut.
Bahkan banyak pengamat hukum mengatakan, perubahan yang diatur dalam RUU tersebut tidak konstitusional. Para pengkritik mengkhawatirkan RUU ini akan menyeret Jepang terjun ke dalam berbagai perang yang melibatkan Amerika Serikat di dunia.
Namun Abe dan para pendukungnya bersikeras bahwa RUU ini diperlukan untuk menghadapi perubahan lingkunan keamanan, yang ditandai dengan meningkatnya arogansi China dan Korea Utara. (ita/ita)