Vonis mati yang dijatuhkan pengadilan Mesir terhadap presiden terguling Mohamed Morsi terus menuai respons negatif. Otoritas Amerika Serikat menyampaikan keprihatinan mendalam atas vonis mati Morsi dan 100 terdakwa lainnya di Mesir.
"Kami secara konsisten terus menyerukan perlawanan terhadap praktik persidangan dan penjatuhan vonis massal, yang dilakukan dalam cara yang tidak sesuai dengan kewajiban internasional dan undang-undang yang berlaku di Mesir," demikian pernyataan Departemen Luar Negeri AS seperti dilansir AFP, Senin (18/5/2015).
"Kami terus menekankan perlunya proses peradilan yang tepat dan secara individual bagi seluruh warga Mesir dalam kepentingan penegakan keadilan," imbuh pernyataan itu, sembari menekankan bahwa vonis mati itu masih vonis awal yang membutuhkan persetujuan mufti di Mesir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengadilan Mesir baru akan menjatuhkan putusan akhir terkait kasus ini pada 2 Juni mendatang, setelah ada pertimbangan mufti. Diketahui bahwa di bawah undang-undang yang berlaku di Mesir, setiap vonis mati harus dirujuk kepada mufti, selaku penerjemah hukum Islam bagi pemerintah Mesir yang juga memainkan peran sebagai penasihat pemerintah.
Di sisi lain, meskipun rekomendasi mufti telah dikeluarkan, para terdakwa masih bisa mengajukan banding.
Morsi yang terpilih menjadi Presiden Mesir tahun 2012 lalu ini, dilengserkan dalam kudeta militer setelah 1 tahun menjabat. Bersama dengan puluhan pemimpin kelompok Ikhwanul Muslimin, Morsi ditahan dan kemudian diadili.
Sebelumnya, Morsi sudah divonis 20 tahun penjara dalam kasus lainnya terkait menghasut kekerasan. Dalam persidangan kasus ini, Morsi yang hadir mengenakan seragam tahanan warna biru tampak mengepalkan tangannya ketika vonis mati dibacakan hakim.
Kecaman terhadap vonis mati Morsi juga disampaikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang menyebut vonis mati ini menjadikan Mesir seperti kembali ke masa kuno. "Mesir kembali lagi ke zaman kuno," kata Erdogan.
(nvc/ita)











































