Penangkapan terjadi di tengah ketegangan antara pemerintah dengan mahasiswa yang memprotes undang-undang pendidikan, selama beberapa bulan terakhir. Undang-undang pendidikan seolah mencegah kemandirian akademik dengan membatasi asosiasi mahasiswa dan menempatkan pengambilan putusan di tangan pemerintah, bukannya pihak universitas.
Seperti dilansir Reuters, Jumat (6/3/2015), sekelompok mahasiswa melakukan march dari kota Mandalay menuju ke Yangon sejak sebulan lalu, untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun mereka dihentikan polisi di tengah jalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saksi mata menuturkan kepada Reuters, sedikitnya ada 5 mahasiswa yang diamankan oleh polisi dari lokasi bentrokan. Mahasiswa yang ditangkap sempat meneriakkan tudingan bahwa polisi menggunakan kekerasan terhadap demonstran.
"Biarkan kami pergi ke Yangon!" teriak para mahasiswa sebelum diamankan polisi, seperti dikutip saksi mata Reuters.
Usai bentrokan dan penangkapan tersebut, menurut saksi mata, situasi di Letpadan berangsur tenang.
Sehari sebelumnya, atau Kamis (5/3), polisi setempat menahan 8 demonstran yang berkumpul di wilayah pusat Yangon untuk menunjukkan solidaritas atas unjuk rasa mahasiswa di Letpadan. Beberapa yang ditangkap dilaporkan sempat dipukuli polisi dengan tongkat.
Undang-undang Myanmar mengadaptasi aturan zaman kolonial Inggris, yang mengizinkan otoritas setempat menggunakan kekerasan dalam membubarkan unjuk rasa yang digelar tanpa izin. Militer Myanmar yang menguasai negara ini selama 49 tahun, sebelum akhirnya berubah menjadi pemerintah semi-sipil pada tahun 2011, seringkali menggunakan strategi ini.
(nvc/ita)