Kedua mesin pesawat TransAsia Airways ternyata sama-sama mati sebelum jatuh ke Sungai Keelung, Taiwan. Beberapa menit setelah lepas landas, kedua mesin baling-baling tidak mampu memberikan daya bagi pesawat untuk mengudara.
Dalam konferensi pers, seperti dilansir Reuters dan Focus Taiwan News Channel, Jumat (6/2/2015), Badan Keselamatan Penerbangan Taiwan (ASC) mengungkapkan hasil sementara analisis data kotak hitam dan rekaman suara pesawat TransAsia Airways nomor penerbangan GE235 yang jatuh pada Rabu (4/2) pagi waktu setempat.
Direktur Operasional ASC Thomas Wang menuturkan, mesin sebelah kanan atau mesin nomor 2 masuk mode 'auto-feather' yang memicu berkurangnya dorongan pada baling-baling pesawat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selang 46 detik kemudian, mesin sebelah kiri atau mesin nomor 1 berusaha dikurangi kecepatannya untuk kemudian dinyalakan kembali secara penuh. Namun sayangnya, mesin hanya berhasil menyala penuh selama 56 detik sebelum mati sekitar 6 detik, sebelum kemudian pesawat jatuh. Wang tidak menjelaskan mengapa mesin nomor 1 harus dikurangi kecepatannya.
Dalam situasi tersebut, pilot lantas memberi peringatan kepada Air Traffic Controller (ATC) yang berbunyi 'Mayday. Mayday. Engine flameout'.
"Pilot meningkatkan kecepatan mesin nomor 2 (sebelah kanan)... Mesin masih beroperasi, tapi kedua mesin tidak menghasilkan tenaga," jelas Wang.
Wang menambahkan, pesawat tipe turboprop ATR 72-600 itu tetap bisa terbang normal meskipun hanya dengan satu mesin. Pesawat dilengkapi dengan dua mesin kembar bernama Pratt & Whitney PW127M buatan United Technologies.
Data kotak hitam pesawat menunjukkan, pesawat TransAsia Airways GE235 hanya terbang selama 3 menit 23 detik setelah lepas landas dari Bandara Songshan, Taipei pada Rabu (4/2) pukul 10.51 waktu setempat.
Total ada 58 penumpang dan awak dalam pesawat nahas tersebut. Sejauh ini, sudah 35 jasad korban tewas yang ditemukan. Sedangkan 8 korban lainnya masih hilang. Hanya 15 orang yang berhasil selamat dalam insiden ini.
(nvc/ita)