Pemerintah Amerika Serikat menolak untuk mengakui hasil referendum kemerdekaan yang digelar di Ukraina Timur. AS menyebut referendum tersebut sebagai referendum ilegal.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Jen Psaki menuturkan, voting yang digelar oleh elemen pro-Rusia di wilayah Donetsk dan Lugansk merupakan upaya untuk mengganggu stabilitas Ukraina.
"Kami tidak mengakui referendum ilegal. Itu ilegal di bawah hukum Ukraina," jelas Psaki seperti dilansir AFP, Selasa (13/5/2014).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Psaki, ada juga laporan bahwa beberapa orang memilih lebih dari satu kali. Terlepas dari itu semua, AS dan sekutunya tetap fokus pada pemilihan presiden yang akan digelar oleh pemerintahan sementara di Kiev pada 25 Mei mendatang.
"Mereka sangat fokus pada persiapan pemilu," ucap Psaki kepada wartawan.
Tanggapan AS ini sangat bertolak belakang dengan sikap pemerintah Rusia yang menyatakan menghormati hasil referendum kemerdekaan yang digelar di dua wilayah Ukraina timur. Rusia bahkan mengimbau agar hasilnya diterapkan secara damai.
"Di Moskow, kami menghormati keinginan rakyat di wilayah Donetsk dan Luhansk dan mengandalkan pada penerapan hasil referendum dengan cara yang beradab, tanpa adanya aksi kekerasan yang berulang dan melalui dialog," demikian bunyi pernyataan Kremlin, sebutan untuk kantor presiden Rusia, seperti dilansir Reuters, Senin (12/5).
Kelompok separatis pro-Rusia mengklaim kemenangan mutlak dalam voting referendum yang digelar di dua wilayah, yakni Donetsk dan Luhansk pada Minggu (11/5) kemarin. Pemerintah Ukraina sendiri menolak hasil referendum dan menyebutnya sebagai lelucon, sedangkan Uni Eropa mengkritisi hasil referendum tersebut.
(nvc/ita)











































