Thein Sein, yang merupakan mantan jenderal ini telah menyatakan keseriusannya dalam mengakhiri konflik etnis yang merajalela di Myanmar. Upaya ini dilakukannya dalam rangka mewujudkan reformasi politik di negara Burma tersebut.
Rezim semi-sipil yang kini berkuasa di Myanmar telah mencapai perjanjian damai dengan sejumlah kelompok pemberontak, termasuk kelompok ternama yang berada di wilayah Karen dan Shan. Namun untuk wilayah Kachin yang berada di perbatasan utara dengan China, masih belum bisa diraih kesepakatan damai hingga sekarang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pernyataan Sein tersebut disampaikan pada Minggu (12/2) kemarin, dalam peringatan Union Day, yakni penandatangan perjanjian bersejarah antara sejumlah kelompok minoritas pada tahun 1947 silam. Sein menyatakan, pemerintah akan selalu berjuang untuk mewujudkan demokrasi dengan cara damai.
Sein juga bersumpah bahwa rakyat akan melihat proses pemilu berjalan secara demokratis. Dia juga menjamin adanya partisipasi yang sama bagi semua pihak dalam pemerintahan yang baru kelak.
Di bawah kepemimpinan Thein Sein, Myanmar mendapat banyak apresiasi dari negara tetangga maupun negara Barat. Thein Sein membebaskan tokoh oposisi ternama Myanmar, Aung San Suu Kyi dan mengizinkannya untuk berpartisipasi pada pemilu April mendatang. Tidak hanya itu, ratusan tahanan politik di Myanmar dibebaskan dari penjara.
Sejak Desember 2011 lalu, Sein memerintahkan gencatan senjata antara militer Myanmar dengan sejumlah kelompok etnis yang sering melakukan pemberontakan. Namun sayangnya, gencatan senjata gagal dilakukan dengan kelompok militan Kachin Independence Army (KIA).
(nvc/ita)